Rabu, 29 Juni 2011

TEORI ISRA' MI'RAJ

Peristiwa Isra' Mi'raj pada zaman Rasul menjadi hal yang kontradiktif. Ada yang meyakini perjalanan Rasul, dan tidak sedikit yang ragu bahkan tidak percaya sama sekali. Ternyata tidak hanya di zaman Rasulullah SAW, saat ini pun masih saja ada kaum yang meragukan perjalan panjang Rasulullah SAW yang hanya dilakukan dalam waktu satu malam saja.

Peristiwa Isra' Mi'raj sarat dengan pemahaman ilmu pengetahuan mutakhir, ini menunjukkan bahwa ajaran Islam mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat canggih yang berlaku sampai akhir zaman. Ditafsir secara sederhana seperti pada zaman Rasulullah SAW bisa, ditafsir dengan ilmu pengetahuan mutakhir pun semakin mempesona.
QS. lsraa' (17) : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Salah satu 'skenario rekonstruksi' perjalanan Rasul adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan antimaterinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (antielektron), maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing masing 0,511 MeV untuk pasangan partikel elektron dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.
Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi
memang bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.

Teori ini bisa kita gunakan untuk menjelaskan proses perjalanan Rasulullah SAW pada etape pertama ini. Agar Rasulullah SAW dapat mengikuti kecepatan Jibril dan Buraq, maka badan wadag Rasulullah SAW diubah oleh Allah menjadi badan cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk 'mengimbangkan' kualitas badan Nabi dengan Jibril dan Buraq yang menjadi 'kawan seperjalanan' beliau. Seperti kita ketahui bahwa Jibril dan Buraq adalah makhluk berbadan cahaya.
Kapankah hal itu dilakukan? Tentu sebelum beliau berangkat. Kemungkinannya, ketika Jibril mengajak Nabi untuk mensucikan hati beliau dengan menggunakan air Zam zam.
Telah diceritakan bahwa sebelum berangkat Rasulullah SAW disucikan menggunakan air Zam zam oleh Jibril. Di riwayat yang lain, diceritakan bahwa Jibril mengoperasi hati Rasulullah SAW dan mensucikannya dengan air Zam zam.
Telah diceritakan bahwa sebelum berangkat Rasulullah SAW disucikan menggunakan air Zam zam oleh Jibril. Di riwayat yang lain, diceritakan bahwa Jibril mengoperasi hati Rasulullah SAW dan mensucikannya dengan air Zam zam.
Manusia adalah sebuah sistem energi yang berpusatkan di hati. Seluruh perubahan yang terjadi pada sistem energi tubuh seseorang bisa tercermin di frekuensi hatinya. Sebaliknya, karena hati menjadi pusat sistem energi itu, maka jika ingin melakukan perubahan terhadap sistem tersebut juga bisa dilakukan 'mereaksikan' hatinya.

Itulah, agaknya, yang terjadi pada Rasulullah SAW saat 'dioperasi' oleh malaikat Jibril, di dekat sumur Zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi dalam tubuh Rasulullah. Seluruh badan material Rasulullah di 'annihilasi' oleh Jibril menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya yang cerdas, Jibril paham betul tentang proses-proses annihilasi. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. an-Najm : 6 yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli
Maka, dalam sekejap, tubuh material Nabi pun berubah menjadi tubuh cahaya. Dan beliau siap melakukan perjalanan bersama Jibril dan Buraq, sebab ketiga-tiganya telah memiliki kualitas badan yang sama, yaitu badan cahaya. Maka Allah pun memperjalankan ketiganya menuju masjid al-Aqsha di Palestina.

Perjalanan dengan Kecepatan CahayaSetelah ketiganya siap, maka mereka segera berangkat dan melesat dengan kecepatan sangat tinggi sekitar 300.000 km per detik. Ya, ketiga makhluk cahaya itu melesat menempuh perjalanan Mekkah Palestina yang berjarak 1500 km itu hanya dalam waktu sekejap mata saja. Atau lebih detilnya sekitar 0,005 detik, dalam ukuran waktu manusia!
Namun demikian, Rasulullah SAW melakukannya dengan kesadaran penuh. Adanya relativitas waktu antara Dunia manusia dengan Dunia malaikat menyebabkan Rasulullah merasakan sepenuhnya perjalanan itu. Sehingga segala peristiwa yang terjadi dalam perjalanan, beliau bisa mengingat dan menceritakan kembali.

Bayangkan seperti orang yang lagi bermimpi. Meskipun orang tersebut hanya bermimpi selama 1 menit, tetapi dia bisa bercerita tentang mimpinya yang 'sangat panjang'. Kenapa demikian? Karena waktu yang berjalan di Dunia mimpi dan Dunia nyata berbeda.
Sama dengan yang terjadi pada Rasulullah saw. Pada waktu itu, beliau tidak sedang bermimpi. Beliau betul-betul melakukan perjalanan dengan badannya. Tetapi badan yang sudah diubah menjadi cahaya. Nah, karena ada relativitas waktu, maka waktu yang sekejap itu pun bagi Rasulullah sudah, cukup untuk menangkap seluruh kejadian yang dialaminya.
Maka, tidak heran jika beliau bisa menjawab berbagai, pertanyaan orang kafir yang ingin mengujinya. Di antaranya, beliau bisa bercerita betapa dalam perjalanan itu ada sekelompok kafilah atau pedagang yang unta dan kudanya lari ketakutan, saat Rasulullah saw dan Jibril melintas di dekatnya. Para kafilah itu tidak bisa melihat Rasulullah yang berbadan cahaya, tetapi rupanya unta dan kuda-kuda mereka bisa merasakan kehadiran Rasulullah, Jibril dan Buraq yang melintas dengan kecepatan sangat tinggi.

Subhanallah tak perlu dirgukan lagi tentang perjalanan Isra’ Mi’raj yang dilakukan Rasulullah SAW, Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ?

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.

Wallahu 'Alam..
(dari berbagai sumber.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar