Rabu, 22 Juni 2011

PERIHAL THALAQ

Pelajaran talaq (cerai, pisah) dalam ikatan pernikahan

Qur’an  surah al.baqoroh ayat 228“wanita-wanita yang ditalaq hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’! tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang dijadikan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirt. Dan suami-suaminya hendaknya merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha kuasa lagi Maha Bijaksana”.

Makna:tiga kali quru’ iaah diartikan dengan tiakali suci atau tiga kali haidh.
para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya ialah disebabkan karena suami bertanggun  jawab terhadap keselamatan dan kesejhteraan rumah tangga.(qur’an surah annisa ayat 34).

Asbabun nuzul:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa asma bin yazid bin as-sakan al-anshariyyah berkata mengenai turunya ayat tersebut bahwa  “aku ditalaq oleh suamiku dizaman Rasulullah saw. Disaat itu belum ada hukum mengenai ‘iddah (masa) bagi wanita yang ditalaq maka dengan kejadian tersebut Allah menetapkan hukum ‘iddah bagi wanita yaitu menunggu setelah bersuci dari tiga kali haidh.
Hal ini diriwayatkan oleh abu daud dan ibnu hatim yang bersumber dari asma bin yazid bin as- sakan.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ismail bin abdillah al-ghifari menceraikan istrinya qathilah di zaman Rasulullah saw. Ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah mengetahuinya, ia ruju; kepada istrinya. Istrinya melahiran dan meninggal demikian juga bayinya. Maka atas kejadian itu turunlah  ayat tersebut yang menegaskan betapa pentingnya masa ‘iddah bagi wanita untuk mengetahui hamil tidaknya istri.
Hal ini diriwayatkan oleh at-tsa’labi dan hibatullah bin salamah dalam kitab an-nasikh yang bersumber dari al-kalbi dan muqatil.
Pelajaran talaq yang dapat dirujuki (talaq raj’i)
Qur’an  surah al.baqoroh ayat 229
“Talaq (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang dzalim”.
Makna:
tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya kepada suaminya ialah menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan ‘iwadh. Khulu’ ialah permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut ‘iwadh yang dilakukan pihak istri melalui perantara KUA atau pengadilan agama.
 Asbabun nuzul:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang laki-laki menthalaq istrinya sekehendak hatinya. Menurut anggapannya selama ruju’ itu dilakukan dalam masa ‘iddah. Wanita itu tetap istrinya, walaupun sudah seratuskali dithalaq ataupun lebih. Lelaki itu berkata kepada kepada istrinya: “ Demi Allah, aku tidak akan menthalaqku, dan kamu tetap berdiri disampingku sebagai istriku dan aku tidak akan menggauli sama sekali”. Istrinya berkata: “apa yang akan kamu lakukan?”. Suaminya menjawab : “aku menceraimu, kemudian apabila akan habis ‘iddahmu, aku akan ruju’ lagi. Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah saw untuk menceritakan hal itu. Rasulullah terdiam hingga turunlah ayat tersebut sampai kata “ bi ihsan”.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang laki-laki makan harta benda istrinya dari mas kawin yang diberikan waktu kawin dan harta lainnya. Ia menganggap perbuatan itu tidak berdosa. Maka turunlah ayat “wala yahillu lakum an ta’khudzu ila akhir ayat yang menegaskan huum dilarangnya merampas hak istrinya.
Hal ini diriwayatkan oleh abu daud dalam kitab nasikh mansukh yang bersumber dari ibnu abbas.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunya ayat “ wala yahilullakum iala akhir ayat” berkenaan dengan habibah yang mengadu kepada rasulullah saw tentang suaminya yang bernama tsabit bin qais. Rasulullah bersabda :” apakah engkau sanggup memberikan kebunnya?”. Ia menjawab :”ya”. Kemudian Rasulullah memanggil qais untuk menerangkan pengaduan istrinnya dan akan dikembalikan kebunya, maka berkatalah qais:” apakah halal kebun itu bagiku?”. Jawab rasulullah:”ya”. Iapun berkata:” sayapun menerima”.
Kejadian ini membenarkan seorang suami menerima kembali mas kawin yang dikembalikan istrinya sebagai tanda sahnya si istri memutuskan hubungan perkawianan.
Hal ini diriwayatkan oelh ibnu jarir yang bersumber dari ibnu juraij.

Pelajaran thalaq tiga (thalaq bai’in)
Thalaq bai’in : Thalaq yang tidak bisa dirujuk (setelah 3 thalaq) KECUALI kalau si-istri telah kawin dulu secara sah pada umumnya, dan bercampur dulu dengan yang lain.
Qur’an  surah al.baqoroh ayat 230
“Kemudian jika suami menthalaqnya (thalaq yang ketiga), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya, sampai dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suaminya itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan menjalankan hokum-hukum Allah. Itulah hokum-hukum Allah, diterangkanNya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.

Asbabun nuzul:Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunya ayat ini berkenaan dengan pengaduan ‘Aisyah binti Abdurrahman bin ‘atik kepada Rasulullah bahwa ia telah dithalaq suaminya yang kedua (Abdurrahman bin Zubair al-Qaradzi) dan akan kembali kepada suaminya yang pertama (Rif’ah bin Wahab bin ‘Atik) yang telah menthalaq bai’in kepadanya. Aisyah berkata: “ Abdurrahman bin Zubair telah menthalaq saya sebelum menggauli. Apakah saya boleh kembali kepada suami yang pertama?”. Nabi menjawab: “tidak, kecuali kamu telah digauli suamimu yang kedua”.
Kejadian ini membenarkan seorang suami yang telah menthalaq bai’in istrinya mengkawini kembali istrinya itu, setelah istrinya itu digauli dan diceraikan suami yang kedua.
Hal ini diriwayatkan oleh ibnu mundzir yang bersumber dari muqatil bin hibban. 

Wallahu 'Alam..

Wallahu 'Alam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar