Kamis, 27 Desember 2012

KHUTBAH 7 PENGHUSNI SYURGA


الحمد لله, الحمد لله الذى شرع علينا الجهاد, وحرم علينا الفساد,  وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم المعاد, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى الرشاد. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ فى انحاء البلاد. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ ...

Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita semua meningkatkan kwalitas ketaqaan kita dengan semakin merasa takut melanggar segala larangan-Nya dan menta’ati berbagai perintah-NYa. Hanya taqwalah yang mampu menghantarkan kita kepada kesuksesan mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Bahkan di hari kiamat nanti ada 7 golongan yang diamankan Allah dari penderitaan. Ketujuh golongan itu mensyaratkan ketaqwaan, itulah yang akan kita bahas dalam khotbah kali ini.  سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ

Maa’syiral Muslim Rahimakumullah

Pertama, dari ketujuh golongan itu adalah امام عادل   imamun adilun.  Pemimpin yang adil. Pemimpin memiliki pengaruh yang besar. Keputusannya mempengaruhi kehidupan masyarakat dan negaranya. Kesalahan dalam pengambilan keputusan akan membawa musibah dan kebenarannya akan membawa rahmah. Keadilan bukanlah perkara yang susah karena sesungguhnya keadilan selalu hadir di dalam hati yang paling kecil, hanya saja manusia sering mengabaikannya. Pura-pura tidak mendengarkan bila si hati kecil berbicara. Keadila semakin mudah terlaksana apabila ditemani dengan ke‘sederhana’an.

Kisah sahabat Umar bin Abdul Aziz ketika menerima tamu di rumahnya menjadi sebuah pelajaran yang berharga. Tidak hanya bagi pemimpin formal tetapi bagi semua manusia. Suatu malam ketika Umar sedang sibuk bekerja diruangannya, datanglah teman lama sebagai tamu. Umarpun menyapa dan menanya. “Engkau kesini mau berbicara urusan apa, soal pribadi atau soal Negara?” Tamu itu menjawab. “Soal pribadi”. Umarpun beranjak untuk mematikan lampu penerang ruangan. Tamu itu agak bingung, ia pun bertanya “tuanku mengapa engkau padamkan lampu, bukankah kita ingin berbincang” Umar menjawab “ sedari tadi aku berkeja diruangan ini untuk Negara, karena itu aku gunakan lampu sebagai penerangnya, nah sekarang kita berbincang soal pribadi, maka aku padamkan lampu itu, karena lampu itu dibelanjakan dengan uang rakyat, sedangkan perbincangan kita kali ini bersifat pribadi”.

Namun perlu diwaspadai bahwa pemimpin itu banyak godaan dan cobaan. Terutama rayuan akan gemerlap harta dan dunia. Maka dari itu kesuksesan seseorang menjadi pemimpin yang adil adalah garansi keamanan dari Allah swt di hari kiamat kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah saw

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di sisi Allah (balasan) adalah mereka berada di atas mimbar dari cahaya di sisi kanan Allah yang Maha Al-Rahman dan kedua tanganNya adalah kanan, yaitu orang-orang yang berlaku adil di dalam menghukumi dan adil terhadap keluarga mereka serta adil terhadap apa yang menjadi tanggung  jawab mereka".

Namun juga sebaliknya, bila kepemimpinan itu tersia-siakan maka Allah akan membalasnya. Demikian keterangan yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan juga dalam Shahih Muslim hadist dari Ma'qil bin Yasar ra berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:  Tidaklah seorang hamba diberikan oleh Allah untuk mengurusi perkara rakyat kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya  kecuali Allah akan mengharamkan surga atas dirinya".

Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia

Kedua, الشاب نشاء فى عبادة الله  Syab Nasya’a fi ibadatillah, anak muda yang tekun beribadah kepada Allah. pemuda adalah harapan dari segala-gala. Harapan agama dan Negara. Perjuangan bangsa ini dimasa penjajahan dipenuhi dengan pemuda. Pemuda Diponegoro, pemuda Imam Bonjol, pemuda  Pattimura dan lain sebagainya. Begitu juga kemerdekaan bangsa ini, pun juga terlahir dari pemuda Sukarno, pemuda hatta, pemuda Wahid hasyim dan teman-temannya. Sampai era reformasi juga bersinar dengan pemuda Ansor, Pemuda PMII, pemuda HMI, pemuda Mعhammadiyah dan kawan-kawannya.  Sungguh beban pemuda sangatlah berat. Bukan itu saja, perlu difahami pula bahwa masa depan Islam di Indonesia juga tergantung di tangan pemuda. Jika pemuda hari ini tidak memahami Islam dengan baik dan benar, maka tidak hayal Islam bisa menjadi sekedar nama di Indonesia.

Pemuda menjadi penting karena pemuda adalah penguasa masa depan. Syubbanul yaum Rijalul Ghad. Pemuda saat ini adalah tokoh masa depan. Bahkan Ketergantungan Islam di Indonesia kepada pemuda.

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ. وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.

Ketiga , Ma’asyiral Muslimin adalah   رجل معلق قلبه فى المساجد Rajulun qalbuhu muallaqun fil masajid. Lelaki yang hetinya selalu berhubungan dengan masjid. Masjid sebagai rumah Allah harus menjadi sumber inspirasi. Inspirasi yang untuk memajukan ummat baik maju jiwanya, maupun maju ekonominya. Karena kesehatan ekonomi menjadi pilar dari kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa sangt berpengaruh pada kondisi agama.

Jadikanlah masjid sebagai tempat mencari persamaan bukan memperbesar perbedaan. Orang yang selalu memikirkan masjid berarti mereka juga memikirkan masyarakat masjid, masyarakat muslim yang selalu menjalankan perintah Allah lima kali setiap hari. Orang yang demikian akan mendapatkan perlindungan dari Allah swt kelak di hari akhir.  Masjid menjadi pelajaran demokrasi yang berharga. Bahwa siapapun dan apapun pangkatnya seseorang masuk masjid harus epas sepatu. Tidak peduli mentri, jendral ataupun bangsawan. Siapapun orangnya yang datang diakhir akan mendapatkan tempat di belakang dan yang dapatng dipermulaan akan mendapatkan shaf awal. Tanpa ada pengecualian.

Masjid dan umat bisa diibartakan bagaikan ikan dan air yang tak terpisahkan. Umat yang menjauhi masjid seperti Ikan yang menjauhi air, akan segera mati. Maka siapapun yang berusaha mengairi ikan bearti ia telah memberi kehidupan pada air itu, dan siapapun yang menghidupkan masjid maka Allah akan menghidupinya.

إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر وأقام الصلاة وآتى الزكاة ولم يخش إلا الله فعسى أولئك أن يكونوا من المهتدين

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, memnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)  selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. At Taubah 18

Demikianlah jaminan yang diberikan Allah kepada mereka yang selalu memikirkan masjid sebagaimana keterangan sebuah hadits Dari Abi Darda' ra dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Mesjid adalah rumah untuk setiap orang yang bertaqwa. Allah akan  memberikan jaminan bagi orang yang menjadikan mesjid sebagai rumahnya  dengan ruh, rahmat dan bisa melewati sirath dengan selamat menuju ridha Allah yang menyampaikannya ke dalam surga".
Keempat, وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ  Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah di mana dia berkumpul dan berpisah kerena Allah. Sebab ikatan keimanan yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

Kelima, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ . Seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita untuk berbuat mesum dengan dirinya, dia bukanlah wanita biasa, namun dia adalah wanita yang memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi, dan Allah memberinya kecantikan yang membuat dorongan fitnah semakin besar, dan ketertarikan hati semakin kuat, kemudian lelaki itu berkata “sungguh aku takut kepada Allah”

Begitu juga sebشliknya, jika terjadi pada diri seorang perempuan hal serupa dan dia berani menolaknya, sungguh Allah mengamankan di di hari kamat. Dan terdapat dalam riwayat yang shahih ketika seorang wanita shalihah akan berangkat ke sebuah tempat yang jauh bersama kafilah, maka seorang lelaki mengikutinya karena dia menyukai wanita itu, beberapa lama kemudian semua orang mulai tidur, namun wanita itu masih duduk dan belum tidur, kemudian lelaki itu mendekat kepadanya dan mengajaknya untuk berbuat keji karena semua orang telah tidur, maka wanita itu berkata: “apakah engkau yakin semua orang sudah tidur dan tidak ada yang akan melihat kita?”, maka lelaki itu pun kembali meyakinkan bahwa semua orang telah tidur,dan berkata kepada wanita itu : “betul semua orang telah tidur”, maka wanita itu berkata : “apakah Allah tidur dan tidak melihat kita?”, mendengar ucapan wanita itu maka lelaki itu tertunduk malu dan berkata : “iya betul Allah melihat kita”, wanita itu berkata lagi : “jika Allah melihat kita apakah engkau tidak malu kepada Allah, hingga engkau mengikutiku dari tempat yang jauh untuk berbuat hal itu kepadaku, dan jika engkau meninggal saat ini apa yang akan engkau jawab dihadapan Allah”, maka lelaki itu menutup mukanya karena malu dan kemudian pergi, setahun kemudian terdengar kabar bahwa telah wafat seorang wali Allah dan puluhan ribu orang yang mengantar jenazahnya ke pemakaman, dan setelah ditanya siapakah wali Allah yang telah wafat tersebut, ternyata dia adalah lelaki yang telah bertaubat di tangan wanita itu yang kemudian Allah mengangkat derajatnya hingga ia menjadi wali Allah subhanahu wata’ala.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Keenam , وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ. Lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya. Itulah yang dimaksud dengan ikhlas. Mengerjakan sesuatu tanpa ada embel-embelnya.

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خبير

Jika kamu menampakkan sedekah(mu) Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan

Megenai keikhlasan Imam Ibnu Rusyd berkata: ما كان لله يتم ماكان لغير الله ينهدم bahwa sesuatu yang dilakukan karena Allah maka akan sangat semprna dan barang siapa melakukan sesuatu karena yang lain maka akab binasa. Artinya binasa adalah sia-sia amalnya.

Ketujuh, رجل ذكر الله خاليا ففاضت عينه Rajulun dzakarallaha khaliyan fa fadhat ainahu. Maknanya adalah lelaki yang hatinya selalu ingat ekpada-Nya dan mengagungkan-Nya. dia selalu menyendiri dalam zikir kepada Allah, dapat ia merenungkan keagungan dan kebesaran-Nya, sehingga air matanya berlinang karena rindu kepada Allah. Allah mengaprsiasi orang seperti ini

نَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آياتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal

Demikianlah, khutbah kali ini semoga benar-benar menjadi pelajaran bagi kita semua.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.

ENTRI SHALAT

Jabir bin Abdullah RA menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum Matahari benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Muhammad SAW kembali didatangi oleh malaikat Jibril AS seraya berkata kepadanya, ”Bangunlah Wahai Rasulullah dan lakukan shalat.”

Mendengar panggilan ini, Maka Nabi Muhammad pun segera melakukan shalat Dzuhur ketika Matahari telah mulai tergelincir.

Ketika bayang-bayang tampak telah mulai lebih panjang dari sosok asli benda-benda, malaikat Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat lagi.”

Demi mendengar perintah ini pun, Rasulullah SAW kemudian segera melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda melebihi panjang benda-benda. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika matahari terbenam."

Kemudian waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka Rasulullah SAW pun segera melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega senja merah) menghilang. Waktu sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang karena Jibril baru membangunkan kembali nabi Muhammad ketika fajar kedua telah mulai menjelang.

Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, ”Bangunlah wahai Rasulullah dan lakukanlah shalat.” Maka Rasulullah SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar menjelang. (HR Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzy)

Tentang waktu sholat Shubuh ini Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum tebit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim)
Begitu pentingnya posisi shalat dalam Islam, sehingga pemaknaan atasnya tidak pernah habis. Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani mengenai rahasia bilangan dalam shalat.

Dalam kitabnya Syarah Sulamul Munajah menjelaskan adanya rahasia dibalik angka-angka dalam shalat. Lima waktu yang diwajibkan oleh Allah swt. kepada muslim menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya atas lima indera perasa ‘panca indra’ sekaligus merupakan upaya menutup berbagai keburukannya.

Oleh karena itu dua rakaat shalat shubuh merupakan panjatan rasa syukur atas kedua bibr  yang terdapat dalam indera pengecap (mulut). Karena hanya dengan keduanyalah kita bisa merasai segala hal yang bersifat halus maupun kasar.

Sedangkan empat rakaat shalat dhuhur menunjuk pada rasa syukur kita atas indera penciuman (hidung) yang dapat mencium berbagai bau dari empat arah. Dengan demikian empat rakaat dhuhur sekalijgus dapat dijadikan sebagai semangat menutup keburukan yang datang dai empat arah itu juga.

Empat rakaat shalat ashar merupakan apresiasi manusia rasa syukur atas indera pendengaran (telinga) yang dapat menerima berbagai jenis suara dari empat arah. Adapun tiga raka’at maghrib menunjukkan rasa syukur manusia atas kemampuan melihat yang datang dari tiga arah; depan, kanan dan kiri. Sedangkan penglihatan kearah belakang tidak mungkin bisa.

Adapaun empat rakaat shalat isya’ merujuk pada rasa syukur manusia atas nikmat atas empat macam rasa; dingin, panas, pahit dan manis Demikianlah rahasia angka yang berhubungan dengan rakaat shalat.
 aLLAHU'ALam bishowab

Rabu, 19 Desember 2012

KISAH INSPIRATIF

KISAH SUMBER INSPIRAS

Ada seorang raja yang mempunyai 4 isteri.
Raja ini sangat mencintai isteri keempatnya dan selalu menghadiahkannya pakaian-pakaian yang mahal dan memberinya makanan yang paling enak. Hanya yang terbaik yang akan diberikan kepada sang isteri.

Dia juga sangat memuja isteri ketiganya dan selalu memamerkannya ke pejabat-pejabat kerajaan tetangga. Itu karena dia takut suatu saat nanti, isteri ketiganya ini akan meninggalkannya.

Sang raja juga menyayangi isteri keduanya. Karena isterinya yang satu ini merupakan tempat curahan hatinya, yang akan selalu ramah, peduli dan sabar terhadapnya. Pada saat sang raja menghadapi suatu masalah, dia akan mengungkapkan isi hatinya hanya pada isteri ke dua karena dia bisa membantunya melalui masa-masa sulit itu.

Isteri pertama raja adalah pasangan yang sangat setia dan telah memberikan kontribusi yang besar dalam pemeliharaan kekayaannya maupun untuk kerajaannya. Akan tetapi, si raja tidak peduli terhadap isteri pertamanya ini meskipun sang isteri begitu mencintainya, tetap saja sulit bagi sang raja untuk memperhatikan isterinya itu.

Hingga suatu hari, sang raja jatuh sakit dan dia sadar bahwa kematiannya sudah dekat.

Sambil merenungi kehidupannya yang sangat mewah itu, sang raja lalu berpikir, "Saat ini aku memiliki 4 isteri disampingku, tapi ketika aku pergi, mungkin aku akan sendiri".

Lalu, bertanyalah ia pada isteri keempatnya, "Sampai saat ini, aku paling mencintaimu, aku sudah menghadiahkanmu pakaian-pakaian yang paling indah dan memberi perhatian yang sangat besar hanya untukmu. Sekarang aku sekarat, apakah kau akan mengikuti dan tetap menemaniku?"

"Tidak akan!" balas si isteri keempat itu, ia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Jawaban isterinya itu bagaikan pisau yang begitu tepat menusuk jantungnya.

Raja yang sedih itu kemudian berkata pada isteri ketiganya, "Aku sangat memujamu dengan seluruh jiwaku. Sekarang aku sekarat, apakah kau tetap mengikuti dan selalu bersamaku?"

"Tidak!" sahut sang isteri. "Hidup ini begitu indah! Saat kau meninggal, akupun akan menikah kembali!"

Perasaan sang rajapun hampa dan membeku.

Beberapa saat kemudian, sang raja bertanya pada isteri keduanya, " Selama ini, bila aku membutuhkanmu, kau selalu ada untukku. Jika nanti aku meninggal, apakah kau akan mengikuti dan terus disampingku?"

"Maafkan aku, untuk kali ini aku tidak bisa memenuhi permintaaanmu!" jawab isteri keduanya. "Yang bisa aku lakukan, hanyalah ikut menemanimu menuju pemakamanmu."

Lagi-lagi, jawaban si isteri bagaikan petir yang menyambar dan menghancurkan hatinya.

Tiba-tiba, sebuah suara berkata:

"Aku akan bersamamu dan menemanimu kemanapun kau pergi." Sang raja menolehkan kepalanya mencari-cari siapa yang berbicara dan terlihatlah olehnya isteri pertamanya. Dia kelihatan begitu kurus, seperti menderita kekurangan gizi.

Dengan penyesalan yang sangat mendalam kesedihan yang amat sangat, sang raja berkata sendu, "Seharusnya aku lebih memperhatikanmu saat aku masih punya banyak kesempatan!"

Dalam realitanya, sesungguhnya kita semua mempunyai '4 isteri' dalam hidup kita....

'Isteri keempat' kita adalah tubuh kita. Tidak peduli berapa banyak waktu dan usaha yang kita habiskan untuk membuatnya terlihat bagus, tetap saja dia akan meninggalkan kita saat kita meninggal.

Kemudian 'Isteri ketiga' kita adalah ambisi, kedudukan dan kekayaan kita.
Saat kita meninggal, semua itu pasti akan jatuh ke tangan orang lain.

Sedangkan 'isteri kedua' kita adalah keluarga dan teman-teman kita. Tak peduli berapa lama waktu yang sudah dihabiskan bersama kita, tetap saja mereka hanya bisa menemani dan mengiringi kita hingga ke pemakaman.

Dan akhirnya 'isteri pertama' kita adalah jiwa, roh, iman kita,

yang sering terabaikan karena sibuk memburu kekayaan, kekuasaan, dan kepuasan nafsu.
Padahal, jiwa, roh, atau iman inilah yang akan mengikuti kita kemanapun kita pergi..

Jadi perhatikan, tanamkan dan simpan baik-baik dalam hatimu sekarang!
Hanya inilah hal terbaik yang bisa kau tunjukkan pada dunia.

Semoga kisah ini mengispirasi,,
karena sesunguhnya setiap keinginan adalah sumber derita,,dan harta dunia sebagai pengodanya yang membuat miskin jiwa-jiwa kita..
Wallahu'alam bishowab

TA'ARUF YANG BENAR


Bismillaah..

Pernahkah engkau taaruf dgn seorang ikhwan dan dengan semboyan dahsyat MENCINTAIMU KARENA ALLAH, tapi berawal dgn niat sperti ini:

"hmm.. jalani dululah, siapa tau cocok..."
"hmm.., bolehlah, siapa tauemang jodoh..."
"siapa tau..."......”siapa tau...” dan siapa tau yg lain-lainnya....

Sungguh bukan hak saya utk berkata demikian sebenarnya..
Tapi...sungguh miris hati saya ketika melihat realita... taaruf seakan jadi sebuah solusi atau jalan lain karena tidak boleh pacaran...!!!

Akibatnya.. taaruf tiada bedanya dg pacaran...?? ?
Lalu...??? taaruf adalah pacaran hanya dibungkus dengan "selimut Islami..." ??

Jika pacaran yang dibicarakan adalah: "sayang...ketemuan yuk..."

Taaruf...: "ukhty...sholat tahajud dulu...* ?????, maksud lo?

Jika pacaran mengungkapkan perasaan dgn: "sayang...aku cinta kamu..."

Taaruf ...: "ukhty...sungguh hati ini mencintaimu karena Allah..." *Maksud lo ????

Sms-sms penuh perhatian... tiap hari...tiap jam...
Telepon mengobrol kehidupan sehari-hari. curhat sana sini ini itu..
Chatting..?? tiap hari!
YANG DIBICARAKAN. ..??????? hmm..tidak jauh beda...!!!

Kiranya semuanya telah tau...
Bahwa wanita adalah fitnah terbesar bagi seorang laki-laki...

Namun...saya wanita...dan ukhty pun wanita...kita juga tau...bahwa perhatian laki-laki... kasih sayangnya... sikap melindunginya. kata2 manisnya..adalah cobaan yang tidak kalah hebatnya bagi seorang wanita...

Mungkin para akhwat pada awalnya akan berkata...

"iih...antum iseng banget sih..."
"nyebelin... "
"ganjen..."
"ngapain sih ngajak-ngajak taarufan gak jelas.."

TAPI....tanpa kita sadari, kita semuapun juga tau....
BAHWA Cinta itu tumbuh karena terbiasa...

terbiasa di smsin dan ditelponin..
terbiasa dekat...
terbiasa ada...
terbiasa bersama...
terbiasa saling menyapa...
terbiasa diberi perhatian...
terbiasa saling mengobrol...
danterbiasa terbiasa yg lain.. hmm...

Cinta itu teramat bening...
saat ini tiada apapun...namun perlahan...tanpa kita sadari...dia sudah menjalar ke seluruh bagian jiwa kita,,,menguasai kita...

Awalnya mungkin kita akan merasa sebal dengan kehadirannya. ..
Terganggu oleh sms-sms isengnya....
Terganggu oleh pertanyaan-pertanya an anehnya....

Namun...tanpa kita sadari...
saat ia tiada...
saat sms tak kunjung tiba...
saat telepon tak berdering lama....????
akan ada perasaan kehilangan.. ..
setiap saat melihat ke HP...menunggu deringnya...
setiap saat melongok ke komputer...menunggu dia online.

Dan itukah...itukah saudariku... .??? yang dinamakan dengan..."MENCINTAI KARENA ALLAH...???

dan bgaimana jika kita telah jatuh cinta...
bagaimana ternyata hati kita sudah saling merindu...menginginkan adanya kebersamaan. ..
merindukan adanya kasih yang tanpa akhir...
sementara... .KITA BELUM HALAL....!!! !!!
DAN MUNGKIN KITA TIDAK AKAN PERNAH JADI HALAL....!!! !!!

sanggupkah engkau pertanggungjawabkan sms-sms mesramu...?? ?
sanggupkah engkau pertanggungjawabkan telepon mesramu...?? ?
sanggupkah engkau pertanggungjawabkan tangis para akhwat karena mulai merindukanmu. ..???
dan mulai berharap padamu...???

MARI TAARUF YANG BENAR...

TATA CARA TALAQ DAN RUJUK

Tatacara Rujuk adalah berkata kepada Istri yang telah ditalak yang masih dalam masa Iddah dengan ucapan: "Aku telah Rujuk (atau lafadz yang semakna) denganmu" dengan menghadirkan dua saksi, atau berkata kepada dua saksi (tanpa keberadaan istri) dengan ucapan; "Aku telah Rujuk dengan istriku (atau lafadz yang semakna). Semua ini sah dilakukan tanpa disyaratkan adanya wali, Mahar, dan ridha istri. Tahu atau tidaknya istri juga tidak dipertimbangkan dalam Rujuk.

Rujuk harus dilakukan dengan ucapan selama mampu. Artinya, Rujuk dianggap sah jika dilafalkan. Adapun Rujuk dengan perbuatan seperti Jimak (baik dengan niat Rujuk maupun tanpa niat) atau Muqoddimah Jimak seperti mencium, meremas, meraba, memandang dengan syahwat, apalagi sekedar berkhalwat maka semua itu belum cukup untuk menghukumi bahwa Rujuk telah berlaku. Argumentasi bahwa Rujuk harus dengan ucapan adalah sebagai berikut;


Pertama; Allah memerintahkan Rujuk menghadirkan dua saksi. Allah berfirman;


{
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ } [الطلاق: 2]

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka Rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
(At-Thalaq;2)

Tidak mungkin Allah memrintahkan untuk mempersaksikan Jimak atau muqoddimahnya, karena melihat hal demikian hukumnya haram. Perintah mempersaksikan Rujuk bermakna perintah mempersaksikan ucapan Rujuk yang diucapkan oleh suami agar orang lain tahu sebagaimana persaksian terhadap ucapan akad nikah.


Tidak bisa dikatakan bahwa setelah Jimak orang bisa mempersaksikan bahwa dirinya telah Rujuk. Alasan ini tidak bisa diterima karena persaksian yang diperintahkan adalah saat terjadi Rujuk, bukan mempersaksikan atas Iqror (pengakuan) Rujuk. Lagipula, jika dia telah mempersaksikan dengan ucapannya bahwa dia telah Rujuk, maka keabsahan Rujuknya adalah dari ucapannya, bukan dari Jimak
  atau muqoddimahnya.

Kedua; Nabi menetapkan bahwa Nikah, cerai dan Rujuk berlaku baik dilakukan dengan serius maupun canda. Abu Dawud meriwayatkan;


سنن أبى داود - م (2/ 225
)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ
« ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ ».

"Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga perkara, seriusnya dihukumi serius dan candanya (tetap) dihukumi serius, yaitu; nikah, talak, dan Rujuk"
(H.R.Abu Dawud).

Sudah lazim diketahui bahwa maksud nikah serius atau canda adalah mengucapkan akad nikah baik serius ataupun canda. Demikianpula talak, yang dimaksud adalah mengucapkan lafadz talak baik serius maupun canda. Oleh karena itu hadis ini menunjukkan bahwa Rujuk itu dilakukan dengan ucapan sebagaimana akad nikah dan talak.


Ketiga; Allah menyebut talak dan Rujuk dalam Siyaq (konteks) yang sama, misalnya;


{
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ } [البقرة: 231]

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka Rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).
(Al-Baqoroh; 231)

Ini menguatkan argumentasi sebelumnya, yaitu talak dan Rujuk itu semakna dari sisi sama-sama dilakukan dengan ucapan.


Lagipula, kebolehan untuk menjimaki wanita adalah dengan akad nikah yang diucapkan secara lisan. Karena itu rujuk semakna dengan hal ini, karena Rujuk bermakna ingin mengembalikan wanita yang ditalak sebagaimana istrinya saat belum ditalak.


Jika suami tidak sanggup mengucapkan seperti karena bisu atau ada penyakit, maka Rujuk sah dengan sesuatu yang mewakili ucapan seperti tulisan atau isyarat.


Lafadz yang dipakai adalah Rujuk atau yang semakna seperti Rodd (mengembalikan), dan Imsak (menahan) karena lafadz itulah yang dipakai dalam Nash. Lafadz Rujuk misalnya dipakai Nabi ketika memerintahkan Ibnu Umar merujuk kembali istrinya. Bukhari meriwayatakan;


صحيح البخاري (16/ 292
)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا


Dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, bahwa pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar bin Al Khaththab pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perintahkanlah agar ia meruju'nya"
(H.R. Bukhari)

Lafadz Rodd dipakai Allah dalam Al-Quran. Allah berfirman;


وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا } [البقرة: 228
]

Dan suami-suami mereka yang paling berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah
(Al-Baqoroh.228)

Lafadz Imsak juga dipakai Allah dalam Al-Quran;


{
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ} [البقرة: 229]

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh Rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik
(Al-Baqoroh; 229)

Oleh karena itu jika seorang suami mengatakan kepada istrinya "Aku telah Rujuk kepadamu" atau "aku mengembalikanmu sebagai istriku sebagaimana semula" atau "aku menahanmu lagi dan tidak jadi kuceraikan" atau yang semakna dengannya, maka Rujuknya sah.


Adapun mempersaksikan ucapan Rujuk kepada dua saksi yang adil, maka hal ini didasarkan pada perintah Allah dalam surat At-Thalaq. Allah berfirman;


{
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ } [الطلاق: 2]

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka Rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
(At-Thalaq; 2)

Namun, mempersaksikan ini hukumnya sunnah, tidak wajib dan tidak menjadi syarat sah karena tidak ada qorinah yang menunjukkan kewajibannya atau dijadikannya persaksian sebagai syarat sah Rujuk. Mempersaksikan saat Rujuk hanyalah anjuran saja agar tidak timbul persoalan (seperti perselisihan dengan istri) sebagaimana anjuran mempersaksikan akad hutang piutang yang disebutkan dalam Al-Quran;


{
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ} [البقرة: 282]

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
(Al-Baqoroh; 282)

Tidak adanya syarat Wali dan mahar karena Rujuk bukan akad nikah. Oleh karena itu tidak perlu disediakan sesuatu yang hanya wajib disediakan untuk akad nikah. Lagipula tidak ada nash yang menunjukkan bahwa dalam Rujuk harus menghadirkan wali dan menyediakan mahar.


Ridha istri maupun tahu tidaknya dia juga tidak diperhatikan, karena Rujuk bukan akad. Rujuk adalah hak suami saja bukan hak istri sebagaimana talak juga menjadi hak suami saja bukan hak istri. Allah menegaskan bahwa Rujuk adalah hak suami. Allah berfirman;


وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا } [البقرة: 228
]

Dan suami-suami mereka yang paling berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah
(Al-Baqoroh.228)

Namun, patut dicatat bahwa hukum Rujuk hanya berlaku jika istri telah ditalak. Keharusan terealisasinya talak ini didasarkan pada ketentuan dalam Al-Quran yang mensyariatkan Rujuk hanya dalam kondisi istri telah ditalak. Misalnya dalam ayat berikut;


{
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا } [البقرة: 228]

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suami mereka yang paling berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah
(Al-Baqoroh;228)

Tampak dengan jelas bahwa syariat Rujuk yang diungkapkan dengan lafadz;


وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
}

dan suami-suami mereka yang paling berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah


Hanya disyariatkan kepada wanita yang berstatus Muthollaqoh (telah ditalak)

Demikian pula ayat berikut;

{
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ} [البقرة: 229]

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh Rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik
(Al-Baqoroh; 229)

Syariat Rujuk yang diungkapkan dengan lafadz;


فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ


setelah itu boleh Rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf


Hanya diperlakukan setelah adanya talak.


Rujuk juga hanya bisa dilakukan di masa Iddah. Jika masa iddah sudah berakhir maka hak Rujuk telah hilang dan istri telah resmi menjadi orang lain. Jadi, jika pihak lelaki ingin menjadikannya lagi menjadi istri, maka hal itu dilakukan dengan akad nikah baru, mahar baru dan wali.


Atas dasar ini, jika istri yang telah meninggalkan suami selama empat tahun pada aksus yang ditanyakan itu semata-mata meninggalkan tanpa ada lafadz talak/cerai dari suami, maka tidak perlu Rujuk karena tidak ada talak dan tidak ada masa Iddah. Kondisi istri yang demikian tidak lebih disebut Nusyuz (pembangkangan), yakni maksiat dari pihak istri yang membuatnya kehilangan hak-hak istri seperti nafkah dan lain-lain. Untuk kembali menjadi istri langsung saja berkumpul dengan suami dalam satu rumah sebagaimana suami-istri normal. Istri hanya wajib meminta maaf kepada suami dan bertaubat atas maksiat besar yang dilakukannya. Namun jika perginya istri selama empat tahun itu telah didahului talak, sejak awal kepergiannya, maka pasti istri telah melewati masa Iddah, karena masa iddah itu habis dengan tiga kali suci dari haid, atau tiga bulan hijriyyah bagi wanita yang sudah menopause.

 
Karena istri telah melewati masa iddah, berarti dia telah tercerai dengan sempurna dan menjadi wanita lain. Untuk kembali menjadi istri maka harus dilakukan akad nikah baru (bukan Rujuk) dengan mahar baru, saksi baru dan wali. Namun jika talak suami diucapkan baru-baru saja (misalnya sebulan terakhir dari empat tahun masa perginya istri), maka berarti isteri masih berada dalam masa iddah. Dengan demikian berlaku syariat Rujuk, sehingga suami jika ingin menjadikannya sebagai istri kembali dia hanya perlu melakukan Rujuk dengan tatacara ang telah dijelaskan. Wallahua'alam.
http://www.suara-islam.com/read4339-Tatacara-Rujuk-Sesuai-Syariat-Islam.html
 
Wallahu 'alam bishowab..

Selasa, 18 Desember 2012

BEKAS TANDA SUJUD


مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Add caption
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyukan.

Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.

Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.

Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya.

Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”.
Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,
يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).
Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi..
Wallahu 'alam bsihowab
kajian ustadzaris

Kamis, 13 Desember 2012

UNIVERSALISME SUNNI DAN SYIAH

Aasslamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
alhamdulillah, semoga sehat wal afyah senantiasa tercurahkan dalam kehidupan kita ini, dan kecintaan kepada Nabi Muhammad akan menjadikan rindu kepada kebaikan selalu,Amin

Penjelasan sedikit lebih kurang tentang sunni dan syiah:

PENGERTIAN SUNNI-SYIAH
Sunni adalah kependekan dari Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama’ah atau kadang juga lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah saja. Istilah ini memiliki pengertian sebagai kumpulan dari orang-orang yang menganut sunnah Nabi Muhammad Saw seperti yang sudah dilakukan oleh kelompok para sahabat dimasa lalu. Dalam prosesnya, istilah tersebut identik dengan manhaj atau madzhab para sahabat Rasul.

Syiah berarti pembela.
Dalam hal ini maksudnya adalah pembela keluarga atau Ahli Bait Nabi Muhammad.
Ini mengacu pada sekelompok orang yang menjadikan dirinya selaku pembela para keluarga Nabi Muhammad dari dinasti Fatimah dan Ali bin Abi Thalib atas kezaliman dinasti Muawiyah.

Pada proses perjalanan waktu, kelompok ini membentuk madzhab atau komunitas tersendiri. Sama seperti halnya kaum Sunni. Mereka justru membuat agama menjadi parsial, sesuai dengan kelompok mereka masing-masing.

Tidak ada yang salah dengan kedua istilah tersebut, Syiah dan Sunni merupakan istilah yang terbentuk setelah ajaran Islam selesai diwahyukan, keduanya pada dasarnya merupakan polarisasi pemahaman yang berawal dari pemilihan pemimpin umat Islam pasca kematian Nabi yang akhirnya meluas sampai pada tingkat penyelewengan dimasing-masing pemahaman oleh generasi-generasi sesudahnya.
Sudah sampai saatnya masing-masing kita melakukan koreksi diri terhadap apa yang selama ini terdoktrinisasi, bahwa pelurusan sejarah serta pentaklidan buta sudah saatnya dilakukan.

Isyu perpecahan didalam Islam memang bukan hal yang baru dan rasanya ini sesuatu yang wajar karena setiap orang bisa memahami ajaran Islam dari sudut pandang keilmuan yang berbeda, apalagi Islam mencakup pengajaran semua bangsa dan daerah yang masing-masingnya memiliki corak budaya, tradisi serta situasi yang beraneka ragam sebagai salah satu sifat universalismenya.

Semua perbedaan tersebut seharusnya tidak dijadikan sekat dalam mengembangkan rasa kebersaudaraan dan toleransi beragama, sebagaimana sabda Nabi sendiri bahwa umat Islam itu bagaikan satu tubuh, semuanya bersaudara yang diikat oleh tali Tauhid, pengakuan ketiadaan Tuhan selain Allah, Tuhan yang satu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dalam berbagai bentuk, penafsiran serta sifat apapun.

Karenanya kecenderungan untuk menghakimi pemahaman yang berbeda dari apa yang kita pahami apalagi sampai melekatkan label kekafiran atasnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang disampaikan oleh Allah melalui nabi-Nya.
“Barangsiapa bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah, menghadap kiblat kita,
mengerjakan Sholat kita dan memakan hasil sembelihan kita,
maka ia adalah seorang Muslim. Baginya berlaku hak dan kewajiban yang sama
sebagai Muslim lainnya.”
- Riwayat Bukhari -

Maraknya ajaran-ajaran sesat yang terjadi diberbagai belahan dunia akhir-akhir ini memang sewajarnya membuat umat Islam merasa prihatin, terlebih lagi mereka yang menggunakan nama dan tata cara Islam sebagai topeng yang menutupi kesesatannya. ; Akan tetapi kita juga harus mampu bersikap objektif, berpikiran terbuka dan jernih menyikapinya, selama kita belum mengetahui secara jelas seberapa jauh penyimpangan yang dianggap sudah dilakukan oleh mereka maka selama itu pula hendaknya kita menahan diri dari komentar maupun tanggapan yang justru menimbulkan keresahan dimasyarakat.

Saya tidak terikat dengan organisasi keagamaan manapun atau juga madzhab apapun yang ada, secara plural saya menganggap semuanya mengajarkan kebaikan dan dari masing-masing kebaikan yang diajarkan itu saya memetik nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan nash kitab suci serta objektifitas berpikir.

Islam adalah satu, semuanya bersumber dari ajaran yang satu, yaitu Yang Maha Kuasa yang kemudian diturunkan kepada kita melalui salah seorang hamba terkasih-Nya bernama Muhammad bin Abdullah ditanah Arab pada abad ke-6 masehi.

Jika Islam adalah satu, maka umatnya pun adalah satu dan ini konsekwensi logis darinya, karena itu Nabi bersabda :
“Dari Miqdad bin ‘Amr ; ia pernah bertanya kepada Nabi : Bagaimana jika ia berperang dengan kaum kafir, lalu berkelahi dengan seorang diantaranya hingga tangannya terputus dan dalam satu kesempatan sang musuh berhasil dijatuhkan lalu saat akan dibunuhnya dia berseru “Aslamtu lillah” – aku Islam kepada Allah – namun masih dibunuhnya, apa jawab Nabi ?
 
- Jangan kau bunuh dia, jika kau bunuh dia maka sesungguhnya dia sudah berada dalam kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, yaitu seorang Muslim, sedangkan kamu berada dalam posisinya sebelum dia mengucapkan kalimat itu (yaitu kafir).; lalu dijawab oleh Miqdad bahwa pernyataan orang itu hanya untuk menghindari pembunuhan saja, jawab Nabi lagi, bahwa dirinya diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.”
“Islam adalah kesaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan pembenaran kepada 
Rasulullah Saw, atas dasar itulah nyawa manusia dijamin keselamatannya. Dan atas dasar itu juga berlangsung pernikahan dan pewarisan serta terbina kesatuan kaum Muslimin.” – Riwayat Sama’ah

“Nabi bersabda : bahwa Jibril datang kepada beliau dan mengabarkan tentang keutamaan seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan bertauhid secara murni maka ia akan masuk syurga kendati ybs pernah berzina dan mencuri.” – Riwayat Bukhari dari Abu Dzar

Kita semua tahu bagaimana vitalnya posisi dan peranan Ali bin Abu Thalib dikehidupan Nabi dan putrinya Fatimah.

Sejak kecil, Nabi dibesarkan dalam lingkungan keluarga ayahnya dari suku Bani Hasyim yang merupakan salah satu keluarga terpandang dikalangan penduduk Mekkah saat itu. Ketika kakeknya Abdul Muthalib wafat, hak pengasuhan atas diri Nabi pindah ketangan pamannya yang bernama Abu Thalib, dari pamannya inilah Nabi belajar banyak hal mengenai perdagangan dan kejujuran hingga beliau dikenal sebagai al-Amin (orang yang terpercaya) sampai-sampai beliau dipercaya untuk membawa dan menjualkan dagangan sejumlah saudagar hingga kenegri Syam dan bertemu dengan Khadijjah yang kelak dinikahinya.

Dimasa awal turunnya wahyu, selain istrinya, orang kedua yang mengimani kenabiannya adalah Ali putra pamannya, Abu Thalib yang dengan beraninya mengumumkan keislamannya secara terbuka kepada keluarganya.
Dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Hidup Muhammad”, hal 89, Muhammad Husain Haekal menggambarkan pernyataan kesetiaan Ali terhadap Nabi sebagai berikut :
“Tuhan menjadikanku tanpa aku perlu berunding dengan Abu Thalib, apa gunanya aku harus berunding dengannya untuk menyembah Allah ?”; selanjutnya pada halaman 92 juga dituliskan pernyataan Ali yang lain : “Rasulullah, aku akan membantumu, aku adalah lawan siapa saja yang menentangmu”.
Meskipun demikian, Abu Thalib sendiri menurut riwayat tetap pada keyakinan lamanya sebagai penyembah berhala, bertolak belakang dengan sikap putranya. Namun perbedaan keyakinan antara mereka tidak membuat Abu Thalib melepaskan perlindungan dan kasih sayangnya pada diri Nabi, Ali dan Khadijjah, beliaulah yang sering melakukan pembelaan manakala ada pihak Quraisy yang bermaksud mencelakakannya dan ini terus dilakoninya sampai ia wafat.

Ali bin Abu Thalib telah ikut bersama Nabi semenjak usia anak-anak, jauh sebelum Nabi bertemu dengan para sahabat lainnya, karena itu juga mungkin beliau digelari Karamallahuwajhah (yaitu wajah yang disucikan Allah dari penyembahan berhala).
Allah sendiri melalui wahyu-Nya telah menekankan kepada Nabi agar terlebih dahulu menyerukan ajaran Islam kepada keluarga terdekatnya :
Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat, Limpahkanlah kasih sayang terhadap orang-orang beriman yang mengikutimu; Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah:”Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan”. – Qs. Asy-Syu’araa 26:214-216

Seruannya memang di-ikuti oleh keluarganya dimulai oleh Khadijjah istrinya, Ali bin Abu Thalib sepupu sekaligus menantunya kelak, paman sesusuannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, Ja’far bin Abu Thalib dan pamannya Abbas bin Abdul Muthalib.
Olehnya tidak menjadi suatu kesangsian lagi bila Ali mengenal betul sifat dan watak yang ada pada diri Nabi sehingga tidak ada alasan baginya untuk menolak perintah maupun membantah keputusannya, terlebih dalam kapasitasnya selaku seorang Rasul Tuhan. ; Jelas dalam hal ini sikap Ali bin Abu Thalib tidak bisa disejajarkan dengan sikap beberapa sahabat yang kritis dan vokal terhadap beberapa pendapat Nabi, bisa dimaklumi bahwa notabene mereka mengenal Nabi tidak lebih lama dari Ali bin Abu Thalib selain juga ditentukan oleh faktor watak dan kondisi lain yang melatar belakanginya.

Dimalam hijrahnya ke Madinah, Nabi meminta Ali bin Abu Thalib menggantikan posisi tidurnya dipembaringan dengan mengenakan mantel hijaunya dari Hadzramut, menyongsong rencana pembunuhan yang sudah disusun oleh para kafir Quraisy yang saat itu berada disekitar kediaman Nabi.

Tindakan Nabi ini seolah mengisyaratkan bahwa beliau berkeinginan untuk menjadikan sepupunya itu pengganti dirinya dikala hidup dan mati.
Saat Nabi mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dikota Madinah, Nabi sendiri justru mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya (padahal keduanya sama-sama Muhajirin), berbeda misalnya dengan Abu Bakar yang disaudarakan dengan Kharija bin Zaid, Umar bin Khatab dengan ‘Itban bin Malik al-Khazraji, bahkan pamannya sendiri yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dipersaudarakan dengan Zaid, mantan budaknya.

Persaudaraannya ini sering di-ingatkan oleh Nabi dalam hadis-hadisnya bahwa kedudukannya terhadap Ali laksana kedudukan Musa terhadap Harun (bukankah dalam al-Qur’an surah al-A’raaf 7 : 142 disebutkan bahwa Harun menjadi pengganti Musa tatkala beliau berangkat ke Sinai untuk mendapat wahyu ? )
Dari Sa’ad bin Abu Waqqas : “Rasulullah Saw mengatakan kepada Ali : Engkau dengan aku serupa dengan kedudukan Harun dengan Musa, tetapi sesungguhnya tidak ada Nabi sesudah aku” – Hadis Riwayat Muslim

Saat semua sahabat utamanya mengajukan lamaran untuk menyunting Fatimah sebagai istri mereka, Nabi menolaknya dan menikahkan putri tercintanya itu dengan Ali bin Abu Thalib.
 
Tatkala Hisyam bin Mughirah meminta izin kepada Nabi agar memperbolehkan mengawinkan anak perempuannya dengan Ali, Nabi juga menolaknya dan bersabda :
“Aku tidak mengizinkan, sekali lagi aku tidak mengizinkan dan sekali lagi aku tidak mengizinkannya kecuali bila Ali bin Abu Thalib mau menceraikan puteriku dan kawin dengan anak-anak perempuan Hisyam, karena sesungguhnya, puteriku darah dagingku, menyusahkanku apa yang menyusahkannya dan menyakitkanku apa saja yang menyakitkannya” – Riwayat Muslim

Ali juga merupakan satu-satunya orang yang diserahi panji Islam dalam peperangan Khaibar oleh Nabi yang menurut beliau bahwa panji itu hanya layak bagi laki-laki yang benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya lalu ditangannya Allah akan memberikan kemenangan.; Padahal Umar bin Khatab sangat berambisi agar tugas itu diserahkan kepadanya. (Riwayat Muslim dan Bukhari)

Saat akan terjadi Mubahalah antara Nabi dengan para pendeta dari Najran, beliau memanggil Ali, Fatimah serta kedua cucunya yaitu Hasan dan Husin untuk mendampinginya baru para istri beliau (ini ditegaskan juga dalam surah 3 Ali Imron ayat 61 yang mendahulukan penyebutan anak-anak Nabi dari istri-istrinya, ditambah riwayat dari Imam Muslim bahwa saat itu Nabi menunjuk Ali, Fatimah, Hasan dan Husin sebagai keluarganya).

Dalam haji terakhirnya disuatu daerah bernama ghadir khum, beberapa riwayat 
menyebutkan bahwa Nabi sempat menyinggung tentang regenerasi kepemimpinan umat sepeninggal beliau dan mengumumkan Ali sebagai penerusnya.; dan memperingatkan kaum Muslimin agar memperhatikan keluarga beliau sepeninggalnya kelak, ucapan ini sampai diulangnya sebanyak 3 kali, dan Zaid bin Arkam menyatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah keluarga Ali, ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbas. – Riwayat Muslim

Menjelang akhir hayatnya, Nabi menugaskan sebagian besar sahabat utamanya termasuk Abu Bakar dan Umar kedalam satu ekspedisi ke daerah Ubna, suatu tempat di Syiria dibawah komando Usamah bin Zaid bin Haritsah, sementara Ali sendiri diminta untuk tetap menemani hari-hari terakhirnya dikota Madinah serta memberinya wasiat agar mau mengurus jenasah dan pemakamannya bila waktunya tiba.

Ini juga tersirat tentang keinginan Nabi menjadikan dan memantapkan posisi Ali sebagai pengganti beliau memimpin umat, dijauhkannya para sahabat senior lain dari kota Madinah agar ketika mereka kembali tidak akan terjadi keributan seputar suksesi kepemimpinan.

Hanya sayang rencana Nabi kandas karena sebagian sahabat senior merasa enggan berada dalam komando Usamah bin Zaid yang masih relatif remaja sampai Nabi marah dan mempertanyakan kredebilitas dirinya dihadapan mereka mengenai penunjukan Usamah itu.
 
Pada akhirnya kehendak Nabi harus mengalah dengan kehendak Tuhan yang sudah mentakdirkan jalan lain, tidak ubah seperti keinginan Isa al-Masih agar cawan penyaliban dihindarkan darinya namun Tuhan tetap menginginkan semuanya terjadi sesuai mau-Nya.

Nabi wafat dipelukan Ali setelah membisikkan kepada Fatimah agar tidak bersedih sepeninggalnya karena dalam waktu tidak berapa lama setelah kematiannya, putrinya itupun akan menyusulnya.

Ali juga yang memandikan jenasah Nabi bersama Ibnu Abbas dan mengurus pemakamannya, saat yang sama sekelompok orang disaat itu malah meributkan suksesi kepemimpinan dan akhirnya menobatkan Abu Bakar selaku Khalifah penerus Nabi dalam memimpin umat serta melupakan semua peran dan posisi Ali dihadapan Nabi.

Inilah awal dari isyu perpecahan ditubuh Islam, sebagai bentuk protes terhadap perbuatan mereka ini, Ali, Fatimah dan sejumlah sahabat lainnya menolak mengakui kepemimpinan Abu Bakar, lebih-lebih lagi setelah sang Khalifah menolak memberikan tanah Fadak yang diwariskan Nabi kepada Fatimah hasil rampasan perang Khaibar.; Padahal semua orang tahu, bahwa menyakiti Fatimah sama seperti menyakiti Nabi, namun mereka mengabaikannya hingga akhirnya Fatimah wafat dalam keadaan tetap mendiamkan Abu Bakar dan menolak berbaiat kepada pemerintahannya.

Ali bin Abu Thalib memakamkan jenasah istrinya disuatu tempat pada malam harinya secara diam-diam dan hanya dihadiri oleh para simpatisan dan pengikut mereka karena tidak ingin dihadiri oleh pihak yang berseberangan dengannya.
Menyangkut perseteruan antara Ahli Bait dalam hal ini adalah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib dengan Abu Bakar, maka untuk perbandingan yang jujur, saya coba hadirkan nilai-nilai kebenaran sejarah tersebut dengan menggunakan literatur yang dipercayai oleh kelompok sunni ( Ahli sunnah wal Jamaah ).
 

Wallahu'alambishowab..
Hanya Allah semata tempat kita berlindung dari kesesatan dan saling menyalahkan satu sama lainaya