Bagi umat Islam seluruh dunia, khususnya umat Islam Indonesia shalat
merupakan Rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi setiap orang yang
sudah akil balig, ada dua shalat yang biasa dilakukan oleh umat Islam
yang taat, yaitu shalat wajib dan shalat sunat, shalat wajib dikerjakan
lima waktu sehari semalam dan shalat sunat tidak terbatas, dan banyak
sekali jenis shalat sunatnya.
Dalam melaksanakan shalat salah satu syaratnya adalah menghadap
Qiblat, tidak sah shalat seseorang jika tidak dilakukan menghadap
Qiblat, yaitu Ka’bah yang ada di Masjidil Haram Kota Makkah Arab Saudi,
hal ini merupakan salah satu lambang bahwa umat Islam adalah umat yang
satu
Qiblat berasal dari bahasa Arab ( قبلة ) adalah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram , Makkah Arab Saudi. Ka’bah juga sering disebut Baitullah (Rumah Allah). Menghadap arah Qiblat dalam shalat merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam syariat Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah qiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam dalam menyempurnakan ibadah shalat.
Qiblat berasal dari bahasa Arab ( قبلة ) adalah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram , Makkah Arab Saudi. Ka’bah juga sering disebut Baitullah (Rumah Allah). Menghadap arah Qiblat dalam shalat merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam syariat Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah qiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam dalam menyempurnakan ibadah shalat.
Para imam empat mazhab yaitu imam Hanafi, imam Maliki, imam Syafii
dan imam Hambali telah bersepakat bahwa menghadap qiblat merupakan
syarat sahnya shalat. Namun bagi Mazhab imam Syafii telah menambah dan
menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat
menghadap qiblat yaitu:
1. Menghadap Qiblat Yakin (Qiblat Yakin)
Seseorang yang berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah, wajib menghadapkan dirinya ke Qiblat dengan penuh yakin. Ini yang juga disebut sebagai “Ainul Ka’bah”. Kewajiban tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya bagi orang yang buta atau dengan cara lain yang bisa digunakan misalnya pendengaran. Sedangkan bagi seseorang yang berada dalam bangunan Ka’bah itu sendiri maka qiblatnya adalah dinding Ka’bah.
Seseorang yang berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka’bah, wajib menghadapkan dirinya ke Qiblat dengan penuh yakin. Ini yang juga disebut sebagai “Ainul Ka’bah”. Kewajiban tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya bagi orang yang buta atau dengan cara lain yang bisa digunakan misalnya pendengaran. Sedangkan bagi seseorang yang berada dalam bangunan Ka’bah itu sendiri maka qiblatnya adalah dinding Ka’bah.
2. Menghadap Qiblat Perkiraan (Qiblat Dzan)
Seseorang yang berada jauh dari Ka’bah yaitu berada diluar Masjidil Haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka wajib menghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Qiblat secara dzan atau kiraan atau disebut sebagai “Jihadul Ka’bah”. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan bertanya kepada mereka yang mengetahui seperti penduduk Makkah atau melihat tanda-tanda qiblat atau “shaff” yang sudah dibuat di tempat–tempat tersebut.
Seseorang yang berada jauh dari Ka’bah yaitu berada diluar Masjidil Haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka wajib menghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Qiblat secara dzan atau kiraan atau disebut sebagai “Jihadul Ka’bah”. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan bertanya kepada mereka yang mengetahui seperti penduduk Makkah atau melihat tanda-tanda qiblat atau “shaff” yang sudah dibuat di tempat–tempat tersebut.
3. Menghadap Qiblat Ijtihad (Qiblat Ijtihad)
Ijtihad arah qiblat digunakan seseorang yang berada di luar tanah suci Makkah atau bahkan di luar negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira Qiblat Dzan nya maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai Arah Qiblat. Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad terhadap arah qiblatnya. Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah qiblat dari suatu tempat yang terletak jauh dari Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam dan perhitungan segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.
Ijtihad arah qiblat digunakan seseorang yang berada di luar tanah suci Makkah atau bahkan di luar negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira Qiblat Dzan nya maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai Arah Qiblat. Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad terhadap arah qiblatnya. Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah qiblat dari suatu tempat yang terletak jauh dari Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam dan perhitungan segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.
Bagi lokasi atau tempat yang jauh seperti Indonesia, ijtihad arah
qiblat dapat ditentukan melalui perhitungan falak atau astronomi serta
dibantu pengukurannya menggunakan peralatan modern seperti kompas, GPS, theodolit dan sebagainya.
Penggunaan alat-alat modern ini akan menjadikan arah qiblat yang
kita tuju semakin tepat dan akurat. Dengan bantuan alat dan keyakinan
yang lebih tinggi maka hukum Qiblat Dzan akan semakin mendekati Qiblat
Yakin. Dan sekarang kaidah-kaidah pengukuran arah Qiblat menggunakan
perhitungan astronomis dan pengukuran menggunakan alat-alat modern
semakin banyak digunakan secara nasional di Indonesia dan juga di
negara-negara lain. Bagi orang awam atau kalangan yang tidak tahu
menggunakan kaidah tersebut, ia perlu taqlid atau percaya kepada orang
yang berijtihad.
Rashdul Qiblat pada tahun 2012 ini dapat di lihat pada bulan Mei dan
Juli 2012 ini, yaitu rashdul qiblat pertama terjadi pada hari Minggu,
tanggal 27 Mei 2012 pukul 16.18 Wib atau 17.18 Wita dan rashdul qiblat
kedua terjadi juga hari Minggu, tanggal 15 Juli 2012 pukul 16.28 Wib
atau 17.28 Wita. Untuk itu kepada pengurus Masjid, Langgar, Mushalla
yang sudah ada dapat mencocokkan arah qiblat dengan rashdul qiblat
tersebut, demikian pula bagi pengurus atau panitia pembangunan Masjid,
Langgar, Mushalla yang baru akan membangun juga dapat melihat arah
qiblat lokasi yang akan dibangun tempat ibadah, namun saya tetap
menyarankan agar dalam penentuan arah qiblat meminta bantuan staf Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Setempat..Serech Badan Hisab Rukyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar