Rabu, 16 Mei 2012

5 HUKUM PERNIKAHAN

Dalam kita Bidayatul Mujtahid  Ibnu Rusydi mengemukakan, bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hukum pernikahan, sesuai dengan kondisimasing-masing pihak yang akan melangsungkan pernikahan tersebut. Pernikahan bagiseseorang dapat dikatakan wajib baginya, sedangkan bagi orang lain dapat juga sunnahhukumnya, 
malah juga ada yang haram, atau mubah, sebagai berikut:

1.Mubah
Imam Asy-Syafi’I mengatakan, bahwa hukum melakukan pernikahan adalah ibahah atau boleh bagi orang yang tidak khawatir akan melakukan zina jika tidak menikah, atau tidak takut berbuat aniaya bila ia menikah. Hal ini berarti setiap orang halal, atau mempunyaihak untuk melakukan suatu pernikahan dan berhak pula untuk tidak melakukannya. Setiaporang, lelaki atau wanita bila memenuhi persyaratan perkawinan, maka boleh baginyamelakukan perkawinan. Ini sesuai dengan firman Allah SWT
 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian ituadalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS. An-Nisa’, 4: 43)

2.Wajib
Menurut sebagian besar Fukaha’, hukum melakukan pernikahan yang asalnya mubah dapat berubah menjadi wajib, manakala seseorang merasa sangat khawatir akan melakukan perbuatan zina jika ia tidak melangsungkan pernikahan. Perbuatan tersebut sangat terceladan terlarang karena merupakan dosa besar menurut ajaran Islam. Oleh karena itu, ia wajibmenikah jika memenuhi segala persyaratan untuk melakukannya. Bila ia adalah orangyang cukup dewasa dari segi umur, jasmaniah sehat walafiat dan akal pikirannyapunsempurna.Perintah Allah berkenaan dengan pernikahan itu antara lain disebutkan dalam Al-Qur’an,antaranya:
 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia- Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(QS. An Nur, 24:32)Perintah itu dikemukakan setelah Allah SWT. memperingatkan agar setiap laki-lakimenahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dari perbuatan rendah dan tercelaseperti dikemukakan dalam dua ayat sebelumnya yaitu dalam surat An-Nur (24) ayat 30-31.3.SunnahSeseorang yang telah mencapai tingkat dewasa, memiliki tingkat jasmani dan rohani yangsehat, cukup layak hatinya cenderung dan mempunyai hasrat untuk menikah, memilikiharta kekayaan yang memadai atau memilki pekerjaan yang dapat diandalkan untuk membiayai dan member nafkah dalam hidup berumahtangga, disunnshksn untuk melakukan pernikahan. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama selain Syafi’i (lihat: Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili)
Dalam keadaan seperti, melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada tidak menikah.Dalam pernikahan itu, ia dapat menyalurkan dorongan naluri biologisnya secara baik (sex-impuls)

.4.Haram
Melakukan suatu pernikahan akan menjadi haram, jika dalam perbuatan itu seseorangmempunyai iktikad yang tidak terpuji, seperti untuk menyakiti atau menganiaya istrinya.Begitu juga seseorang yang berniat sekedar untuk mempermainkan pasangannya, makaharam baginya melakukan pernikahan. Orang seperti itu bahkan wajib meninggalkan pernikahan.Haram pula melakukan pernikahan bagi seorang laki-laki yang nyata-nyata tidak mampumemberikan nafkah lahir maupun batin terhadap istrinya, jika keadaan seperti itu justru
akan mengakibatkan seorang istri hidup dalam penderitaan. Firman Allah SWT.menyebutkan:
 “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.”
(QS. An Nur, 24: 33)Haram pula hukumnya melakukan pernikahan, jika seorang laki-laki membohongi calonistrinya dengan menyebutkan keturunan, harta kekayaan, dan pekerjaan secara palsu.Begitu pula haram bagi perempuan yang menyadari dirinya tidak mampu memenuhi hak-hak suaminya tetapi ia tidak mau menjelaskan hal itu kepada calon suaminya sebelum pernikahan dilangsungkannya.

5.Makruh
Orang yang mempunyai cukup hasrat untuk melakukan pernikahan, telah memenuhikedewasaan umur dengan jasmani yang sehat dan rohani yang sempurna, tetapi ia tidak mampu memberi nafkah dan membiayai rumahtangga karena tidak mempunyai hartakekayaan atau tidak mempunyai sumber penghasilan, maka makruh baginya melakukan perkawinan. Begitu pula bagi laki-laki yang lemah syahwat, sungguhpun istrinya relauntuk tidak menerima nafkah batin, maka makruh baginya melakukan perkawinan.Demikian Sayyid Sabiq menjelaskan dalam bukunya, Fiqhus Sunnah
Wallahu 'Alam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar