Selasa, 21 Mei 2013

HUKUM AIR SUSU (ASI) BAGI SUAMI


“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun  berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah-233)

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Daruqutni dari Sahabat Ibn
Abbas Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada hukum persusuan
kecuali dalam usia kurang dari dua tahun”
Air susu berasal dari  perempuan yang sudah
berumur 9 tahun Hijriyah. Keluarnya susu pada waktu
masih hidup. Susu yang diminum sampai ke
perut besar atau otak si anak. Masuknya air susu di waktu si
anak dalam keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali
susuan. Karenanya, bila seorang lelaki
dewasa yang minum susu istrinya hal ini tidak berpengaruh
terhadap hukum mahram, dalam arti istrinya tidak menjadi ibu
susuan. Namun bila suaminya adalah
seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum
pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi
syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu
rodho’ dan status pernikahannya batal.
Contoh : seorang anak bayi yang belum genap 2 tahun dinikahkan
dengan janda yang baru melahirkan. Kemudian istri menyusui suami kecilnya sampai
lima kali susuan maka status pernikahannya batal, status istri
berubah menjadi ibu rodlo’, mantan suaminya menjadi ayah
rodlo’, dan suami kecilnya menjadi anak rodlo’. 



>>Air susu menurut kalangan syafiiyah dihukumi SUCI bahkan syekh Abu hamid menyatakan terjadi ijma’ ulama dalam hal ini.

(الثالث) لبن الآدمى وهو طاهر علي المذهب وهو المنصوص وبه قطع الاصحاب الا صاحب الحاوى فانه حكى عن الانماطى من اصحابنا انه نجس وانما يحل شربه للطفل للضرورة ذكره في كتاب البيوع وحكاه الدارمي في أواخر كتاب السلم وحكاه هناك الشاشي والرويانى وهذا ليس بشئ بل هو خطأ ظاهر وانما حكي مثله للتحذير من الاغترار به وقد نقل الشيخ أبو حامد في تعليقه عقب كتاب السلم اجماع المسلمين علي طهارته قال الرويانى في آخر باب بيع الغرر إذا قلنا بالمذهب ان الآدمية لا تنجس بالموت فماتت وفى ثديها لبن فهو طاهر يجوز شربه وبيعه

alMajmuu’ II/569

___________________________________

>> Orang yang sudah dewasa (diatas usia 2 tahun) saat menyusu tidak menjadikankenasab dengan yang disusui.

أما إن كان كبيرا زائدا على الحولين ورضع فإن رضاعه لا يعتبر وذلك لقوله تعالى : { والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين }

alFiqh ‘ala Madzaahi al-Arba’ah IV/126
___________________________

>> Saat menjalani cumbuan diperkenankan melakukan apa saja asal bukan anus

{ نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم } قال يقول يأتيها من حيث شاء مقبلة أو مدبرة إذا كان ذلك في الفرج
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilahtanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223).

Artinya gaulilah ia sesukamu baik dari depan atau belakang asalkan semuanya mengarah pada kelaminnya.
alMuhaddzab II/62

الاستمتاع واجب على الرجل للمرأة إذا انتفى العذر، بما يحقق الإعفاف والصون عن الحرام، وتباح كل وجوه الاستمتاع إلا الإتيان في الدبر فهو حرام. ومكان الوطء باتفاق المذاهب: هو القبل، لا الدبر (1) ، لقوله تعالى: {نساؤكم حرث لكم، فأتوا حرثكم أنى شئتم} [البقرة:223/2] (2) أي على أية كيفية: قائمة، أو قاعدة، مقبلة، أو مدبرة، في أقبالهن (3) . قال ابن عباس: إنما قوله: {فأتوا حرثكم أنى شئتم} [البقرة:223/2]. قائمة، وقاعدة، ومقبلة، ومدبرة، في أقبالهن، لا تعدو ذلك إلى غيره. وله عبارة أخرى في الآية: إن شئت فمقبلة، وإن شئت فمدبرة، وإن شئت فباركة، وإنما يعني ذلك موضع الولد للحرث، يقول: ائت الحرث حيث شئت.

Menggauli hukumnya wajib bagi seorang suami pada istrinya bila tanpa adanya udzur untuk menjauhkan dan menjaga dari dari keharaman, dan diperbolehkan senggama dalam berbagai cara asalkan bukan pada lubang anusnya karena ini haram. Tempat yang digunakan ‘bercinta’ menurut kesepakan ulama adalah kelaminnya bukan duburnya, berdasarkan firman Allah ta’aalaa
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilahtanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223). Artinya dengan berbagai macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari depan, belakang asal dikelaminnya.

Berkata Ibn Abbas ra. “maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223). Artinya dengan berbagai macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari depan, belakang asal dikelaminnya jangan melampaui batas pada yang selain kelamin.
Ibn Abbas juga punya pernyataan lain sehubungan ayat ini “Bila kamu ingin gaya dari depan silahkan, Bila kamu ingin gaya dari belakang silahkan, Bila kamu ingin gaya setengah menderumpun silahkan, aku mengartikannya khusus pada tempat lahirnya anak (kelamin), datangilah dengan gaya sesukamu”

alFiqh al-Islaam IV/191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar