Selasa, 21 Mei 2013

HUKUM NGIDAM




Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatu
Perkenankanlah saya memberi pengantar lebih lanjut tentang ngidam yang dahulu pernah ditanyakan namun belum sempat terbahas.

Definisi Ngidam
Ngidam terbilang fenomena unik. Kita menyebutnya ngidam, sedangkan literatur Arab menyebutnya waham (waham = keinginan).

Dalam kamus ash-Shihah:

وحم...والوَحامُ والوِحامُ: شهوة الحُبلى، وليس الوِحامُ إلاّ في شهوة الحبل خاصَّةً.

"Waham, wahaam, wihaam, yakni keinginan seorang wanita hamil. Mengidam hanya terjadi pada wanita yang sedang mengandung." (as-Shihah, 2/270)

Dalam kamus Maqayis al-Lughat:
Waham - wawu, ha, mim- terlaku dengan dua kalimat waham dan wahaam (serta wihaam). Mengidam adalah keinginan wanita akan sesuatu ketika dia mengandung." (Maqayis al-Lughat,6/70)

Ngidam adalah fenomena yang jamak diketahui masyarakat, diakui keberadaannya di dunia medis, namun belum terdefinisikan, serta masih menjadi misteri yang tidak terpecahkan oleh para pakar medis. Prof. Dr. Ali Baziad, SpOG (K), Kepala Divisi Imunoendokrinologi, Departemen Obgin FKUI/RSCM Jakarta, berkomentar, ‘’Ngidam tidak diketahui secara pasti apa definisinya. Bahkan, di luar negeri istilah ngidam atau yang serupa dengan itu nyaris tidak ditemukan.’’ [mungkin maksudnya di kedokteran luar negeri, red]
Ketika saya coba konfirmasikan pada adik saya yang kebetulan menempuh pasca sarjana bidang psikologi, dia turut berujar bahwa dalam psikologi tidak dikenal pembahasan ngidam, yang agak dekat adalah 'baby blue' yakni efek psikologis pasca melahirkan.

Ngidam dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan 'longing during pregnancy' atau 'craving during pregnancy' (longing/craving = keinginan). Elizabeth Somer, penulis buku 'Nutrition for a Healthy Pregnancy' menuturkan penyebab ngidam adalah perubahan ekstrim hormonal yang memicu perubahan drastis atas selera dan bau. Namun di catatan kakinya tertulis: that no one knows for sure.
Hukum Ngidam
Pembahasan tentang ngidam berkelindan dengan pembahasan kewajiban nafkah suami atas istri. Sebagaimana diketahui, suami wajib memberikan nafkah atas istri. Di antaranya dalam memenuhi kebutuhan makanan dan lauk-pauknya. Dari situ, para ulama menyatakan wajib diturutinya ngidam pada camilan wajib istri sehari-hari, serta bukan wajib pada ngidam yang 'biasa-biasa saja' (bukan camilan sehari-hari).

تَنْبِيهٌ : يَنْبَغِي أَنْ يَجِبَ مَا تَطْلُبُهُ الْمَرْأَةُ عِنْدَ مَا يُسَمَّى بِالْوَحَمِ مِنْ نَحْوِ مَا يُسَمَّى بِالْمُلُوحَةِ إذَا اُعْتِيدَ ذَلِكَ .
وَأَنَّهُ حَيْثُ وَجَبَتْ الْفَاكِهَةُ وَالْقَهْوَةُ وَنَحْوُ مَا يُطْلَبُ عِنْدَ الْوَحَمِ ، يَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّمْلِيكِ فَلَوْ فَوَّتَهُ اسْتَقَرَّ لَهَا وَلَهَا الْمُطَالَبَةُ بِهِ وَلَوْ اعْتَادَتْ نَحْوَ الْأَفْيُونِ بِحَيْثُ تَخْشَى بِتَرْكِهِ مَحْذُورًا مِنْ تَلَفِ نَفْسٍ وَنَحْوِهِ لَمْ يَلْزَمْ الزَّوْجَ لِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ التَّدَاوِي ا هـ م ر سم .

"[Tanbih] Seharusnyalah dikenakan hukum wajib pada sesuatu yang diingini istri ketika dia mengalami sesuatu yang disebut ngidam, yakni dari semisal asinan ketika dia terbiasa dengan hal itu. Kemudian ketika pemenuhan buah-buahan, kopi, dan apa-apa yang diminta selama ngidam dinyatakan wajib, maka hal itu bersifat tamlik. Seandainya terlewat maka istri tetap berhak dan bisa menagihnya. Jika ternyata istri terbiasa dengan konsumsi opium, yang bila tidak dipenuhi akan berefek kerusakan fungsi tubuh atau semacamnya, maka tetap tidak wajib dituruti sebab hal itu masuk pada bahasan pengobatan [bukan bahasan nafkah, red]." (Hasyiyah Bujairimi 'ala Khatib, 11/382)


"[Kadang istri gemar dengan buah-buahan] Buah-buahan bukan jenis lauk-pauk. Dari sini bisa dipahami bahwa ukuran kewajiban tidak diqayyidi sebatas pada makanan dan lauk-pauk,melainkan pada setiap kebiasaan sehari-hari istri, sampai pada semisal kopi dan jamur-jamuran, juga pada kue dan ikan, sesuai agenda istri. Akan dibahas lebih lanjut - Qulyubi " (Hasyiyah Bujairimi 'ala Khatib, 11/382)

Mitos Ngidam Yang Tidak Dituruti
Telah diketahui bahwa hukum ngidam tafshil antara wajib dituruti dan tidak wajib. Namun mengacu realitanya ngidam lebih cenderung pada obyek di luar kebiasaan istri sehingga lebih sering termasuk perkara yang bukan wajib dituruti. Lantas bagaimana dikaitkan dengan kepercayaan bila ngidam tidak dituruti akan berimbas negatif kelak pada jabang bayi ?

Sepenelusuran saya mengenai masalah efek negatif ngidam tidak disinggung dalam literatur salaf sehingga bukan termasuk perkara mu'tabar. Statusnya adalah tradisi lokal sebagaimana kepercayaan anak ketiga di keluarga mempelai pria misalnya tidak boleh menikahi anak pertama di keluarga wanita. Hukumnya tidak haram selama tidak melanggar larangan syariat. Bila tidak haram serta bukan wajib lalu apakah kerangkanya sunah, mubah, atau makruh ?

Hemat saya hal itu dikembalikan pada hukum asal etika pergaulan suami-istri yang hukumnya sunah. Atau dalam bahasa populernya dihukumi sunah sesuai redaksi ayat "wa'asyiru hunna bil ma'ruf". Meski sebenarnya istilah mu'asyarah bil ma'ruf dalam konteks etika bergaul adalah identik dengan selain syafi'iyah.
Dari perspektif hanafiyah, dan hanabilah, mu'asyarah bil ma'ruf diartikan general pada setiap bentuk pergaulan suami atas istri dengan akhlak yang baik, dengan lembut, mendahulukan apa yang bisa didahulukan dari kepentingan istri, pemenuhan atas hak istri, dan semacamnya. Sementara dari perspektif syafi'iyah mu'asyarah bil ma'ruf dihukumi wajib karena dimaksudkan spesifik pada pemenuhan hak wajib dari istri oleh suami.

Dalam al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah:

ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّ الْعِشْرَةَ بِالْمَعْرُوفِ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ مَنْدُوبَةٌ وَمُسْتَحَبَّةٌ ، قَال الْكَاسَانِيُّ : مِنْ أَحْكَامِ النِّكَاحِ الصَّحِيحِ الْمُعَاشَرَةُ بِالْمَعْرُوفِ ، وَأَنَّهُ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ وَمُسْتَحَبٌّ...وَكَذَلِكَ مِنْ جَانِبِهَا هِيَ مَنْدُوبَةٌ إِلَى الْمُعَاشَرَةِ الْجَمِيلَةِ مَعَ زَوْجِهَا.
وَقَال الْبُهُوتِيُّ : وَيُسَنُّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا تَحْسِينُ الْخُلُقِ لِصَاحِبِهِ ، وَالرِّفْقُ بِهِ ، وَاحْتِمَال أَذَاهُ.

"Hanafiah dan hanabilah berpendapat bahwa pergaulan secara ma'ruf di antara suami-istri hukumnya mandubah dan mustahabah. Al-Kasani berkata: Di antara hukum nikah yang shahih adalah pergaulan yang ma'ruf, dan hal itu disunahkan serta dianjurkan...begitu juga dari sisi istri, disunahkan baginya bergaul secara terpuji pada suaminya." (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 30/120)

Dalam Badai' ash-Shanai':

فَصْلٌ وَمِنْهَا الْمُعَاشَرَةُ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنَّهُ مَنْدُوبٌ إلَيْهِ وَمُسْتَحَبٌّ قال اللَّهُ تَعَالَى { وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ } قِيلَ هِيَ الْمُعَاشَرَةُ بِالْفَضْلِ وَالْإِحْسَانِ قَوْلًا وَفِعْلًا وَخُلُقًا قال النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وأنا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

"[Fashl] Di antara hukum seputar pernikahan adalah pergaulan yang ma'ruf. Hal itu disunahkan dan dianjurkan. Allah berfirman 'dan bergaullah dengan mereka secara patut'. Satu pendapat mengatakan yakni bergaul dengan keutamaan dan kebaikan, baik pada ucapan, perilaku, maupun etika. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda 'Yang paling baik darimu adalah yang paling bersikap baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling bersikap baik terhadap istriku'." (Badai' ash-Shanai', 2/334)

Dalam Kasysyaful Qina':

"(Disunahkan) bagi suami maupun istri (untuk memperindah akhlak terhadap yang lain, bersikap lembut, dan mau menanggung hal menyakitkan darinya) sesuai firman Allah 'dan berbuatlahkebaikan terhadap keduanya', satu pendapat mengatakan yakni ayat itu dimaksudkan juga pada setiap suami istri.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Berwashiatlah kalian semua tentang kebaikan pada para wanita. Sesungguhnya mereka adalah asistenmu. Kau mengambilnya dengan dasar amanat dari Allah, kau menghalalkan farjinya dengan kalimat Allah. Diriwayatkan oleh Muslim.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok yang tidak bisa kau luruskan dengan cara apapun. Jika tetap kau lakukan maka dia akan pecah. Jika hendak bersenang-senang dengannya maka bersenang-senanglah, sementara bengkok itu akan tetap ada padanya. Hadits muttafaq 'alaih.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda: Yang paling baik darimu adalah yang paling bersikap baik terhadap istrinya. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah." (Kasysyaful Qina', 5/185)

Dalam Fathul Mu'in:

ويجب على الزوجين أن يتعاشرا بالمعروف بأن يمتنع كل عما يكره صاحبه ويؤدي إليه حقه مع الرضا وطلاقة الوجه من غير أن يحوجه إلى مؤنة وكلفة في ذلك

"Wajib bagi suami-istri untuk bergaul secara ma'ruf, yakni dengan menghindari perbuatan yang dibenci oleh lainnya, memenuhi yang menjadi haknya, yang dilakukan dengan ridha, wajah yang berseri, yang tidak disertai beban biaya tertentu ataupun kesukaran." (Fathul Mu'in, 3/173)

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar