Assalamu'a laikum warahmatul lah wabarakatu
Perkenanka nlah saya memberi pengantar lebih lanjut tentang ngidam yang dahulu pernah ditanyakan namun belum sempat terbahas.
Definisi Ngidam
Ngidam terbilang fenomena unik. Kita menyebutny a ngidam, sedangkan literatur Arab menyebutny a waham (waham = keinginan) .
Dalam kamus ash-Shihah :
وحم...والو َحامُ والوِحامُ: شهوة الحُبلى، وليس الوِحامُ إلاّ في شهوة الحبل خاصَّةً.
"Waham, wahaam, wihaam, yakni keinginan seorang wanita hamil. Mengidam hanya terjadi pada wanita yang sedang mengandung ." (as-Shihah , 2/270)
Dalam kamus Maqayis al-Lughat:
Waham - wawu, ha, mim- terlaku dengan dua kalimat waham dan wahaam (serta wihaam). Mengidam adalah keinginan wanita akan sesuatu ketika dia mengandung ." (Maqayis al-Lughat, 6/70)
Ngidam adalah fenomena yang jamak diketahui masyarakat , diakui keberadaan nya di dunia medis, namun belum terdefinis ikan, serta masih menjadi misteri yang tidak terpecahka n oleh para pakar medis. Prof. Dr. Ali Baziad, SpOG (K), Kepala Divisi Imunoendok rinologi, Departemen Obgin FKUI/ RSCM Jakarta, berkomentar, ‘’Ngidam tidak diketahui secara pasti apa definisiny a. Bahkan, di luar negeri istilah ngidam atau yang serupa dengan itu nyaris tidak ditemukan. ’’ [mungkin maksudnya di kedokteran luar negeri, red]
Ketika saya coba konfirmasi kan pada adik saya yang kebetulan menempuh pasca sarjana bidang psikologi, dia turut berujar bahwa dalam psikologi tidak dikenal pembahasan ngidam, yang agak dekat adalah 'baby blue' yakni efek psikologis pasca melahirkan .
Ngidam dalam bahasa Inggris diistilahk an dengan 'longing during pregnancy' atau 'craving during pregnancy' (longing/ craving = keinginan) . Elizabeth Somer, penulis buku 'Nutrition for a Healthy Pregnancy' menuturkan penyebab ngidam adalah perubahan ekstrim hormonal yang memicu perubahan drastis atas selera dan bau. Namun di catatan kakinya tertulis: that no one knows for sure.
Hukum Ngidam
Pembahasan tentang ngidam berkelinda n dengan pembahasan kewajiban nafkah suami atas istri. Sebagaiman a diketahui, suami wajib memberikan nafkah atas istri. Di antaranya dalam memenuhi kebutuhan makanan dan lauk-paukn ya. Dari situ, para ulama menyatakan wajib diturutiny a ngidam pada camilan wajib istri sehari-har i, serta bukan wajib pada ngidam yang 'biasa-bia sa saja' (bukan camilan sehari-har i).
تَنْبِيهٌ : يَنْبَغِي أَنْ يَجِبَ مَا تَطْلُبُهُ الْمَرْأَة ُ عِنْدَ مَا يُسَمَّى بِالْوَحَم ِ مِنْ نَحْوِ مَا يُسَمَّى بِالْمُلُو حَةِ إذَا اُعْتِيدَ ذَلِكَ .
وَأَنَّهُ حَيْثُ وَجَبَتْ الْفَاكِهَ ةُ وَالْقَهْو َةُ وَنَحْوُ مَا يُطْلَبُ عِنْدَ الْوَحَمِ ، يَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّمْلِي كِ فَلَوْ فَوَّتَهُ اسْتَقَرَّ لَهَا وَلَهَا الْمُطَالَ بَةُ بِهِ وَلَوْ اعْتَادَتْ نَحْوَ الْأَفْيُو نِ بِحَيْثُ تَخْشَى بِتَرْكِهِ مَحْذُورًا مِنْ تَلَفِ نَفْسٍ وَنَحْوِهِ لَمْ يَلْزَمْ الزَّوْجَ لِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ التَّدَاوِ ي ا هـ م ر سم .
"[Tanbih] Seharusnya lah dikenakan hukum wajib pada sesuatu yang diingini istri ketika dia mengalami sesuatu yang disebut ngidam, yakni dari semisal asinan ketika dia terbiasa dengan hal itu. Kemudian ketika pemenuhan buah-buaha n, kopi, dan apa-apa yang diminta selama ngidam dinyatakan wajib, maka hal itu bersifat tamlik. Seandainya terlewat maka istri tetap berhak dan bisa menagihnya . Jika ternyata istri terbiasa dengan konsumsi opium, yang bila tidak dipenuhi akan berefek kerusakan fungsi tubuh atau semacamnya , maka tetap tidak wajib dituruti sebab hal itu masuk pada bahasan pengobatan [bukan bahasan nafkah, red]." (Hasyiyah Bujairimi 'ala Khatib, 11/382)
"[Kadang istri gemar dengan buah-buaha n] Buah-buaha n bukan jenis lauk-pauk. Dari sini bisa dipahami bahwa ukuran kewajiban tidak diqayyidi sebatas pada makanan dan lauk-pauk, melainkan pada setiap kebiasaan sehari-har i istri, sampai pada semisal kopi dan jamur-jamu ran, juga pada kue dan ikan, sesuai agenda istri. Akan dibahas lebih lanjut - Qulyubi " (Hasyiyah Bujairimi 'ala Khatib, 11/382)
Mitos Ngidam Yang Tidak Dituruti
Telah diketahui bahwa hukum ngidam tafshil antara wajib dituruti dan tidak wajib. Namun mengacu realitanya ngidam lebih cenderung pada obyek di luar kebiasaan istri sehingga lebih sering termasuk perkara yang bukan wajib dituruti. Lantas bagaimana dikaitkan dengan kepercayaa n bila ngidam tidak dituruti akan berimbas negatif kelak pada jabang bayi ?
Sepenelusu ran saya mengenai masalah efek negatif ngidam tidak disinggung dalam literatur salaf sehingga bukan termasuk perkara mu'tabar. Statusnya adalah tradisi lokal sebagaiman a kepercayaa n anak ketiga di keluarga mempelai pria misalnya tidak boleh menikahi anak pertama di keluarga wanita. Hukumnya tidak haram selama tidak melanggar larangan syariat. Bila tidak haram serta bukan wajib lalu apakah kerangkany a sunah, mubah, atau makruh ?
Hemat saya hal itu dikembalik an pada hukum asal etika pergaulan suami-istr i yang hukumnya sunah. Atau dalam bahasa populernya dihukumi sunah sesuai redaksi ayat "wa'asyiru hunna bil ma'ruf". Meski sebenarnya istilah mu'asyarah bil ma'ruf dalam konteks etika bergaul adalah identik dengan selain syafi'iyah .
Dari perspektif hanafiyah, dan hanabilah, mu'asyarah bil ma'ruf diartikan general pada setiap bentuk pergaulan suami atas istri dengan akhlak yang baik, dengan lembut, mendahuluk an apa yang bisa didahuluka n dari kepentinga n istri, pemenuhan atas hak istri, dan semacamnya . Sementara dari perspektif syafi'iyah mu'asyarah bil ma'ruf dihukumi wajib karena dimaksudka n spesifik pada pemenuhan hak wajib dari istri oleh suami.
Dalam al-Mausu'a h al-Fiqhiyy ah al-Kuwaiti yah:
ذَهَبَ الْحَنَفِي َّةُ وَالْحَنَا بِلَةُ إِلَى أَنَّ الْعِشْرَة َ بِالْمَعْر ُوفِ بَيْنَ الزَّوْجَي ْنِ مَنْدُوبَة ٌ وَمُسْتَحَ بَّةٌ ، قَال الْكَاسَان ِيُّ : مِنْ أَحْكَامِ النِّكَاحِ الصَّحِيحِ الْمُعَاشَ رَةُ بِالْمَعْر ُوفِ ، وَأَنَّهُ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ وَمُسْتَحَ بٌّ...وَكَ ذَلِكَ مِنْ جَانِبِهَا هِيَ مَنْدُوبَة ٌ إِلَى الْمُعَاشَ رَةِ الْجَمِيلَ ةِ مَعَ زَوْجِهَا.
وَقَال الْبُهُوتِ يُّ : وَيُسَنُّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا تَحْسِينُ الْخُلُقِ لِصَاحِبِه ِ ، وَالرِّفْق ُ بِهِ ، وَاحْتِمَا ل أَذَاهُ.
"Hanafiah dan hanabilah berpendapa t bahwa pergaulan secara ma'ruf di antara suami-istr i hukumnya mandubah dan mustahabah . Al-Kasani berkata: Di antara hukum nikah yang shahih adalah pergaulan yang ma'ruf, dan hal itu disunahkan serta dianjurkan ...begitu juga dari sisi istri, disunahkan baginya bergaul secara terpuji pada suaminya." (al-Mausu' ah al-Fiqhiyy ah al-Kuwaiti yah, 30/120)
Dalam Badai' ash-Shanai ':
فَصْلٌ وَمِنْهَا الْمُعَاشَ رَةُ بِالْمَعْر ُوفِ وَأَنَّهُ مَنْدُوبٌ إلَيْهِ وَمُسْتَحَ بٌّ قال اللَّهُ تَعَالَى { وَعَاشِرُو هُنَّ بِالْمَعْر ُوفِ } قِيلَ هِيَ الْمُعَاشَ رَةُ بِالْفَضْل ِ وَالْإِحْس َانِ قَوْلًا وَفِعْلًا وَخُلُقًا قال النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وأنا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
"[Fashl] Di antara hukum seputar pernikahan adalah pergaulan yang ma'ruf. Hal itu disunahkan dan dianjurkan . Allah berfirman 'dan bergaullah dengan mereka secara patut'. Satu pendapat mengatakan yakni bergaul dengan keutamaan dan kebaikan, baik pada ucapan, perilaku, maupun etika. Nabi shallallah u 'alaihi wasallam bersabda 'Yang paling baik darimu adalah yang paling bersikap baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling bersikap baik terhadap istriku'." (Badai' ash-Shanai ', 2/334)
Dalam Kasysyaful Qina':
"(Disunahk an) bagi suami maupun istri (untuk memperinda h akhlak terhadap yang lain, bersikap lembut, dan mau menanggung hal menyakitka n darinya) sesuai firman Allah 'dan berbuatlah kebaikan terhadap keduanya', satu pendapat mengatakan yakni ayat itu dimaksudka n juga pada setiap suami istri.
Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: Berwashiat lah kalian semua tentang kebaikan pada para wanita. Sesungguhn ya mereka adalah asistenmu. Kau mengambiln ya dengan dasar amanat dari Allah, kau menghalalk an farjinya dengan kalimat Allah. Diriwayatk an oleh Muslim.
Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhn ya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok yang tidak bisa kau luruskan dengan cara apapun. Jika tetap kau lakukan maka dia akan pecah. Jika hendak bersenang- senang dengannya maka bersenang- senanglah, sementara bengkok itu akan tetap ada padanya. Hadits muttafaq 'alaih.
Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam juga bersabda: Yang paling baik darimu adalah yang paling bersikap baik terhadap istrinya. Diriwayatk an oleh Ibnu Majah." (Kasysyafu l Qina', 5/185)
Dalam Fathul Mu'in:
ويجب على الزوجين أن يتعاشرا بالمعروف بأن يمتنع كل عما يكره صاحبه ويؤدي إليه حقه مع الرضا وطلاقة الوجه من غير أن يحوجه إلى مؤنة وكلفة في ذلك
"Wajib bagi suami-istr i untuk bergaul secara ma'ruf, yakni dengan menghindar i perbuatan yang dibenci oleh lainnya, memenuhi yang menjadi haknya, yang dilakukan dengan ridha, wajah yang berseri, yang tidak disertai beban biaya tertentu ataupun kesukaran. " (Fathul Mu'in, 3/173)
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar