Kamis, 09 Agustus 2012

INTISARI AGAMA

Dari Abu Huroiroh r.a. berkata: pada suatu hari ketika Nabi SAW.
 sedang keluar ke kalangan sahabat, tiba-tiba datang seseorang dan bertanya: apakah Iman? Rosullah SAW. menjawab, iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, akan berhadapan dengan-Nya, kepada para Nabi-Nya, serta percaya kepada hari Kebangkitan. Lalu orang itu bertanya: apakah Islam itu? Nabi SAW. menjawab, Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa bulan Ramadahan. Lalu orang itu bertanya: apakah Ihsan itu? Nabi menjawab: Ihsan ialah menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Lalu orang itu bertanya: Kapankah hari Qiamat? Nabi SAW. menjawab: orang yang ditanya tidaklah lebih tahu dari pada orang yang bertanya, tetapi saya akan memberiahumu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari Qiamat, yaitu jika seorang budak perempuan telah melahirkan majikannya dan jika para pengembala unta yang berkulit hitam telah berlomba-lomba dalam bangunan, (hari Qiamat adalah) termasuk lima hal yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Lalu Rosulullah membaca sebuah ayat “Sesungguhnya hanya di sisi Allah-lah pengetahuan tentang hari Qiamat”. Kemudian orang itu pergi, kemudian Rosululah bersabda: kembalikanlah (panggillah) orang itu, akan tetapi para sahabat tidak melihat bekas dari orang itu. Lalu Rosullah bersabda: orang itu adalah Malaikat Jibril yang datang untuk mengajarkan manusia tentang agama mereka. (HR. Bukhari dan Muslim).

A. Iman
Menurut bahasa iman berasal dari kata (آمَنَ يُؤْمِنُ إِيْمَانًا) yang berarti percaya. Sedang menurut istilah iman adalah:

الإِيْمَانُ تَصْدِيْقٌ بِاْلقَلْبِ وَإِقْرَارٌ بِالِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكاَنِ

“iman adalah pengakuan hati, penegasan dengan lisan dan perwujudan dalam bentuk tindakan”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur penyusun iman yang mana satu dengan lainya bersifat komplementer (saling melengkapi). Ketiga-tiganya adalah, pengakuan hati, diucapkan dengan lisan dan ada wujud nyata dalam perbuatan. Dengan demikian, apabila seseoraiig berkata “aku beriman kepada Allah” namun tak ada bentuk aplikasi (pengamalan) dari keimannva, terlebih bila tidak disertai mantapnya keyakinan dalam hatinva, maka imam orang itu tidaklah dapat dibenarkan.

Jadi hakikat Iman itu sendiri ialah “Istiqomah dalam pengakuannya terhadap Allah sebagai Rabb yang harus didengar dan ditaati perintah-Nya”. 

Jika seorang mukmin istiqomah menjaga keimanannya dan selamat dari syi’rik, keraguan dan segala hal yang menjerumuskan dirinya kepada lembah kemurtadan, maka Allah menjamin kebahagiaan dan keselamatan di dunia maupun di akhirat.
Sebaliknya apabila terjadi penolakan dan pembangkangan sekecil apapun terhadap agamanya, maka sesungguhnya dirinya telah malakukan perbuatan yang kontra dengan fitrahnya sendiri dan itu artinya telah mengotori dan merusak jiwanya sendiri. Jika ini dilakukan secara terus menerus oleh orang itu, maka akan terjadi kerusakan secara total dalam jiwa manusia yang berujung kepada kekufuran.

Iman juga bisa diartikan sebagai anugrah ruhani yang Allah berikan kepada manusia, fitrah yang mnenjadi spirit aqidah yang menghubungkan manusia dengan Rabbnya. Tujuannya ialah untuk mengantarkan manusia pada kebahagiaan dan kenikmatan yang hakiki . Dan tatkala ruh manusia membuat kontrak fitrah dengan Allah, sebagaimana Allah berfirman:
“اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ “
Artinya:
“Bukankah Aku ini tuhanmu?” (QS. Al-A’raf: 12)

Maka semua ruh manusia itu menjawab sebagaiman yang tercantum dalam al-Qur’an al-Karim
“قَالُوْا بَلَى شَهِدْ نَا “
Artinya:
“Betul Engaku tuhan kami dan kami bersaksi atas itu” (QS. Al-A’raf: 13)

Artinya bahwa semenjak diciptakan, ruh manusia itu sudah menetapkan dan mengakui Allah sebagai tuhannya. Ini adalah fitrah manusia yang sudah tidak bisa diubah lagi. Jadi manusia yang beriman itu harus tetap menjaga fitrahnya dengan senantiasa tidak berpalling dari ajaran Allah SWT. (Dienul Haq).

Iman itu sering mengalami pluktuasi yang dinamis, naik-turun, kuat-lemah. Ketika tensi ima itu sedang naik, maka ketaatannya juga ikut bertambah, dan sebaliknya kalau tensi iman itu sedang turun, maka amal kebaikannya juga ikut menurun bahkan ranting kemaksiatannya juga meningkat. Lemahnya iman itu adalah suatu musibah yang harus segera ditanggulangi. Sebagaimana sabda Rosulullah yang artinya “sesungguhnya yang aku khawatir atas umatku hanyalah lemahnya keyakinan”. (HR. Baihaqi), juga sebagaimana yang difirmankan Allah:

اِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ اِمَانًا: الاية
Artinya: Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah maka iman mereka akan bertambah.

Maka berusahalah untuk senantiasa memperkuat keyakinan iman baiak melalui taklim , dzikir, maupun tafakkur. Jika tidak, maka iman ini akan semakin melemah, menipis dan kemudian menjadi ragu bahkan menghilang. Sedangkan rukun Iman sendiri ada enam rukun sebagaimana yang disabdakan olah Rosulullah SAW:

الإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَاْليَوْمِ اْلأَخِرِ وَتُؤْمِنَ بِاْلقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ (رواه أبو داوود)
“Iman itu adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan iman kepada baik-buruknya ketentuan Allah (H.R. Abu Daud)

Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa rukun iman itu ada enam yaitu:
1. Iman kepada Allah: ialah percaya bahwa Allah itu mempunyai semua sifat kesempurnaan dan luput dari semua sifat kekurangan.
2. Iman kepada Malaikat: yang mana malaikat sendiri ialah makhluk allah yang halus dan diciptakan dari cahaya, tidak minum, tidak makan, mereka selalu beribadah kepada Allah, tidak pernah berbuat maksiat dan kesalahan kepada Allah, serta selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah: yang mana kita harus meyakini bahwa Allah mempunyai beberapa kita yang diturunkan kepada para nabi-Nya, yang di dalam kitab-kitab tersebut dijelaskan tentang perintah Allah, larangan Allah, janji Allah, serta semua yang berkaitan dengan alam semesta ini.
4. Iman kepada para utusan Allah: kita harus meyakini bahwa Allah telah mengutus para nabinya sebagai rahmatan lil’alamina, dan sebagai penjelas bagi kitab-kitab yang sudah diturunkan oleh Allah kepada umat manusia, dan sebagai penjelas bagi mabusia tentang apa yang dibutuhkan oleh mereka dalam kebaikan di dunia dan di akhirat mereka .
5. Iman kepada hari akhir: yang mana pada hari akhir tesebut kita akan dibangkitkan oleh Allah untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kita selama berada di dunia yang fana ini, serta pada hari itu kita akan mendapat balasan dari semua perbuatan kita itu.
6. Iman kepada Qodho’ dan kodar, yangmana dalam hal kita harus meyakini bahwa baik dan buruk kita itu ditentukan oleh Allah dengan melihat semua usaha yang telah kita lakukan. Yang apabila usaha seorang hamba itu menuju kepada kejerumusan baginya maka dia akan terjerumus kepada lubang kesesatan, dan sebaliknya.

B. Islam
Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa bulan ramadahan.
Islam secara bahasa adalah kata jadian Arab. Asalnya dari Aslama, kata dasarnya salima, yang berarti sejahtera, tidak bercacat dari dari kata tersebut terbentuklah bentuk masdarnya yang berupa Islam, yang berarti selamat, sejahtera, damai, tidak bercela, serta patu dan berserah diri .

Dari uraian kata-kata itu pengertian Islam dapat dirumuskan: “taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah”, dengan penyerahan diri dan kepatuhan secara meneyeluruh itulah kemudian terjadi salam/selamat yang akhirnya menjadi lafadz Islam.

Sedangkan Islam secara Istilah adalah ketundukan dan kepatuhan kepada ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini berarti Islam adalah aplikasi dari keimanan yang berbentuk tindakan. Sedangkan rukun Islam itu sendiri ada lima yaitu:
1. syahadataini 4. Puasa bulan romadhan
2. Sholat lima waktu 5. Haji ke-Baitullah bagi yang mampu
3. Membayar Zakat yang diwajibkan
Dan hal itu di dukung oleh sabda Rosulullah SAW yang berbunyi:
عَنْ اَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرِ بْنِ الخَطَّابْ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتً رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ يَقُوْلُ بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهَ وَاَنَّ مُحَمَّدً الرَّسُوْلُ اللهِ وَاِقَامُ الصَّلاَةِ وَاِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ. )رواه البخاري ومسلم(
Dari abi abdur rahman Abdullah bin umar bin khottob RA. Beliau berkata, saya mendengar dari Rosulullah SAW berkata, Islam dibangun atas lima perkara: yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya, mendirikan sholat, membayar zakat , haji ke baitullah, dan puasa rhamadhan. (HR. Bukhori dan Muslim)

C. Ihsan
Menurut bahasa Ihsan berasal dari kata (أَحْسَنَ يُحْسِنُ إِحْسَانًا) yang berarti Berbuat baik. Sedang menurut istilah ihsan dapat artikan sebagai pengabdian kepada Allah SWT yang dilandasi oleh kesadaran dan keikhlasan. Hal itu dijelaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi :

الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ (رواه البخاري)
“Ihsan adalah bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah enykau melihat-Nya. Sekalipun kamu tidakmelihatnya, maka (yakinilah) sebenarnya Ia maha melihatmu”.(HR. Bukhari)
Umunya ta’budallah ialah menyembah kepada Allah yang identik dengan dengan sembahyang saja. Tapi yang dimaksud di sini ialah Memper hamba diri kepada Allah atau menyembah Allah SWT dengan melakukan semua perbuatan baik, baik kepada Allah maupun kepada sesama .

Sedangkan Ulama’ mengklasifikasikan Ihsan ke dalam empat bagian, yaitu
a. Ihsan kepada Allah,
Yaitu dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Walaupun Allah tidak butuh kepada perbuatan baik kita, dan tidask merasa hina dengan kejelekan yang kita lakukan.
b. Ihsan kepada diri sendiri,
Yaitu dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi diri kita sendiri, seperti belajar-mengajar dan lain sebagainya.
c. Ihsan kepada sesama manusia, dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama
d. Ihsan bagi sesama makhluq dengan menjaga hak -hak mereka.
D. Penjelasan Tambahan
Hari Qiamat (Hari Akhir)
Hari qiamat adalah hari di mana akan dipertanggung jawabkannya semua perbuatan manusia selama hidupnya, yang mana dalam hadits ini lafad yang digunakan oleh nabi sebagai petunjuk kepada hari qiamat adalah lafad الساعةُ yang dalam bahasa artinya adalah (waktu/jam), dengan itu kita bisa mengambil ksimpulan bahwa waktu atau saat hari qiamat terjadi itu tidak bisa ditentukan oleh semua makhluk. Karena yang tahu tentang kapan terjadinya hari qiamat itu hanyalah Allah. Sebagai mana firmannya:
 
Artinya:Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya dan tidak seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. pada hari Tuhan memanggil mereka: “Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu?”[1336], mereka menjawab: “Kami nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorangpun di antara kami yang memberi kesaksian (bahwa Engkau punya sekutu)”.
Maksudnya: Hanya Allah-lah yang mengetahui kapan datangnya hari kiamat itu. yang dimaksud sekutu-sekutuKu ialah berhala-berhala yang mereka anggapa sebagai sekutu Tuhan.

Sedangkan yang kita ketahui selama ini hanyalah tanda-tandanya saja seperti yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Selain dari dua tanda tersbut masih ada tanda-tanda hari qiamat yaitu, seperti datangnya Dajjal yang akan menjerumuskan manusia ke-alam kesesatan dan lainnya..

Daftar Pustaka
KH. Uwes Al-Qorni, 2006, 77 Resep Menguatkan Iman, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.v
Syekh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi, Jawahirul Kalamiyah, Al-Hidayah, Surabaya.v
DRS. Sidi Gazalba, 1975, Asas Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang.v
Imam Bukhori, Shohih Bukhori, Juz. 01v
Abu Daud, Sunah-Sunah Abu Daud, Juz. 12v
Imam Yahya Syarifuddin An-Nawawi, Matan Arba’in An-Nawawiyah, Surabaya, Al-Hidayahv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar