Kamis, 03 November 2011

PROSES KELUARGA SAKINAH

Keluarga sakinah merupakan dambaan sekaligus harapan bahkan tujuan insan, baik yang akan ataupun yang tengah membangun rumah tangga. Sehingga tidaklah mengherankan, jika di kota-kota besar pada sekarang ini membincangkan konsep keluarga sakinah merupakan kajian yang menarik dan banyak diminati oleh masyarakat. Sehingga penyajiannya pun beragam bentuk; mulai dari sebuah diskusi kecil, seminar, lokakarya hingga privat --- dan mungkin dalam bentuk kursus seperti yang sedang kita jalani sekarang ini.

Terlepas apakah masalah keluarga sakinah ini menarik atau tidak menarik untuk dikaji, namun yang pasti membentuk keluarga sakinah sangat penting dan bahkan merupakan tujuan yang dicapai bagi setiap orang yang akan membina rumah tangga, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21 :
Islam menginginkan pasangan suami isteri yang telah atau akan membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan diantara suami isteri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya. Ada tiga kunci yang disampaikan Allah SWT. dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam, yaitu : 1) Sakinah (as-sakinah), 2) Mawadah (al-mawaddah), dan 3) Rahmah (ar-rahmah).

Secara harfiyah (etimologi) sakinah diartikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa. Kata ini dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali --- dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman. Ali bin Muhammad Al-Jurjani (ahli pembuat kamus ilmiah) mendefinisikan sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak terduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman. Adapun menurut Muhammad Rasyid Ridha bahwa sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari kegoncangan bathin dan ketakutan.

Ulama tafsir menyatakan bahwa sakinah dalam ayat tersebut adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga --- dimana masing-masing pihak (suami-isteri) --- menjalankan perintah Allah SWT. dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa bertanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi.
Sehingga ungkapan Rasulullah SAW. “Baitii jannatii”, rumahku adalah surgaku, merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga/ keluarga ideal. Dimana dalam pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman, kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia tak lepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat kebendaan maupun bukan.
keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus melalui usaha maksimal --- baik melalui usaha bathiniah (memohon kepada Allah SWT.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku).

Asas Sakinah adalah
1.Azas Sukarela --- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material ;
2. Azas Partisipasi Keluarga dan Dicatat --- Perkawinan merupakan peristiwa penting maka partisipasi orang tua diperlukan terutama dalam hal pemberian izin sebagai perwujudan pemeliharaan garis keturunan keluarga. Dan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing, juga harus “dicatat” menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
3. Azas Monogami --- Undang-Undang ini menganut azas monogamy. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Dalam kata lain Undang-Undang ini mengandung azas mempersulit polygami --- khusus bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 ;
4. Azas Perceraian Dipersulit --- Karena tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka mempersulit terjadinya perceraian dikedepankan. Perceraian merupakan perbuatan halal yang dibenci Allah AWT. Dan kalaupun pintu cerai ini bagi orang Islam dibuka itu hanya kecil saja, karena imbas negatif dari perceraian ini begitu banyak selain pada anak dari hasil perkawinan juga secara umum berdampak pada masyarakat ;
5. Azas Kematangan Calon Mempelai --- Calon suami isteri harus sudah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian ;
6. Azas Memperbaiki derajat kaum wanita --- Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.

untuk membentuk keluarga sakinah harus melalui sebuah proses/usaha dua dimensi :
1. Dimensi Bathiniyah adalah usaha yang ditujukan langsung kepada Allah SWT. (sebagai realisasi dari hablumminalallah) melalui media iman dan amal shaleh (ibadah) ;
2. Dimensi Lahiriah adalah usaha untuk memenuhi ketentuan-kenteuan hukum baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

BY, Nurul Hikmah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar